REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Hingga memasuki kuartal ketiga tahun ini, geliat perekonomian belum memperlihatkan tanda-tanda penguatan yang berarti, kinerja ekspor dan investasi masih menghadapi persoalan sebagai dampak dari perang dagang antara Amerika Serikat dan China yang masih berlanjut. Satu-satunya yang masih memberi kontribusi positif bagi pertumbuhan ekonomi domestik bersumber dari konsumsi masyarakat.
Upaya pemerintah untuk tetap menjaga daya beli masyarakat terutama kelas menengah ke bawah juga masih terus berjalan melalui berbagai program subsidi seperti program keluarga harapan (PKH), kartu Indonesia pintar (KIP), bantuan sosial pangan dan lainnya. Dalam kurun waktu 2015–2019, alokasi anggaran perlindungan sosial mengalami kenaikan rata-rata setiap tahunnya sekitar 10,5 persen, dari Rp 247, 56 triliun pada 2015, menjadi sebesar Rp 369,09 hingga akhir 2019.
Dalam rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara (RAPBN) 2020, alokasi anggaran perlindungan sosial direncanakan sebesar Rp 385,32 trliun. Melalui program subsidi, ditambah dengan inflasi yang terjaga stabil rendah, serta Indonesia masih akan menikmati bonus demography hingga 2030, Bahana Sekuritas menilai, sektor saham konsumer masih cukup menjanjikan untuk jangka panjang, meski untuk jangka pendek hingga menengah masih akan terlihat adanya tantangan.
"Turunnya kinerja industri labor-intensive dalam 5 tahun terakhir ini, telah berdampak pada lebih tingginya serapan tenaga kerja untuk paruh waktu dibanding jumlah tenaga kerja sepenuh waktu,’’ ujar Analis Bahana Sekuritas Giovanni Dustin dalam keterangan tertulis, Senin (30/9).
Hal ini berdampak pada pola belanja masyarakat yang lebih beragam antara kebutuhan akan barang premium dengan barang-barang mass-produced, tambahnya.
Dalam jangka pendek tantangan terhadap sektor konsumer terutama akan bersumber dari risiko lemahnya serapan tenaga kerja untuk sepenuh waktu dan persaingan yang masih akan ketat untuk kategori produk yang pertumbuhannya cukup pesat. Demi mempertahankan kinerja positif, perusahaan diperkirakan akan melakukan inovasi produk atau melakukan repackaging atau penyesuaian terhadap ukuran/volume atas barang tertentu.
Dengan melihat kondisi perekonomian terkini dan kedepannya, Bahana memberi rekomendasi beli atas saham PT Unilever Indonesia dengan target harga Rp 52.200 per lembar saham karena memiliki produk yang lebih beragam mulai untuk masyarakat segmen atas hingga bawah, sehingga perusahaan berkode saham UNVR ini dalam lima tahun terakhir mampu membukukan kinerja yang positif dengan margin yang stabil di kisaran 23 persen setiap tahunnya.
‘’Untuk beberapa jenis product, Unilever menjadi market leader dan memiliki brand global, untuk segmen personal care yang persaingannya cukup ketat dalam 5 tahun terakhir ini, Unilever semakin aktif mengeluarkan produk-produk baru sehingga mampu bersaing demi menjaga market share,’’ papar Giovanni.
UNVR juga salah satu perusahaan yang cukup disiplin dalam menjaga kesehatan keuangannya, ungkap Giovanni. Rekomendasi beli juga diberikan kepada PT Mayora Indah, dengan target harga Rp 2.900 per lembar saham karena perusahaan ini sudah cukup memiliki nama yang kuat untuk beberapa segmen tertentu.
Demikian juga halnya untuk segmen makanan khususnya biskuit yang persaingannya cukup ketat, perusahaan berkode saham MYOR ini, memiliki prospek yang stabil. Dengan kondisi Indonesia yang terkini ketika permintaan akan kopi dan produk-produk yang terkait dengan kopi sedang naik daun, akan berdampak positif pada penjualan baik untuk domestik maupun ekspor.
‘’Mayora memiliki brand equity yang kuat untuk makanan ringan seperti biscuit, permen, dan coklat, yang produknya banyak dicari semua kalangan masyarakat,’’ terang Giovanni.