REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Heru Pambudi menuturkan dua alasan urgensi penerapan tarif cukai terhadap kantong plastik. Salah satunya, kantong plastik yang belum menjadi pilihan industri untuk didaur ulang. Dampaknya, kontribusi sampah kantong plastik terhadap sampah plastik di Indonesia terbilang tinggi, yakni 62 persen.
Heru menambahkan, ke depannya pemerintah sudah berencana menerapkan cukai terhadap plastik yang sudah menyumbangkan 16 hingga 17 persen terhadap total sampah di Indonesia. Tapi, untuk tahapan awal, kantong plastik akan menjadi obyek pertama yang dikenakan.
Faktor urgensi kedua yang disebutkan Heru adalah manajemen pengenaan cukai secara lebih efektif. Saat ini, beberapa retailer sudah menetapkan pungutan terhadap kantong plastik secara sendiri-sendiri, sehingga dampaknya terhadap penggunaan dan kontribusi ke lingkungan maupun konteks keuangan lain belum terlihat. "Oleh karena itu, kami memandang, pengenaan cukai akan lebih tepat kalau bersifat nasional, karena pertanggungjawabannya juga akan lebih jelas ke APBN," tuturnya dalam rapat bersama Komoisi XI DPR di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (2/7).
Heru menjelaskan, mengenai teknis pungutan cukai terhadap kantong plastik, prinsip yang akan dilakukan harus bersifat efisien dan efektif. Pemerintah sendiri sudah mempelajari referensi dari negara lain untuk mencapai prinsip tersebut. Misalnya, banyak di antara mereka yang mengenakan pungutan di tempat produksi.
Apabila memang didapatkan dari impor, biaya cukai kantong plastik akan dikenakan di pelabuhan. "Berdasarkan referensi dan pengamatan kami, ini akan mempermudah dibandingkan pungutan di ritel," ujar Heru.
Dalam penerapan cukai kantong plastik sendiri, diperkirakan akan mengaplikasikan skema progresif. Misal, untuk produksi kantong plastik yang masuk dalam definisi ramah lingkungan akan dikenakan tarif cukai lebih rendah. Bahkan, pada tahap tertentu yang masuk dalam definisi sangat ramah lingkungan, pemerintah akan memberikan pembebasan atau mungkin nol persen. Di sisi lain, jenis yang sangat tidak ramah lingkungan akan diberikan tarif tinggi atau 100 persen.
Heru mengatakan, pemerintah juga sudah menyiapkan beberapa langkah lain untuk memaksimalkan produksi kantong plastik ramah lingkungan. Termasuk dengan memberikan insentif dari sisi produksi melalui pembebasan pajak terhadap impor barang modal atau mesin yang diperuntukkan produksi kantong plastik ramah lingkungan.
Heru memastikan, Kemenkeu juga setuju bahwa permasalahan sampah kantong plastik dan dampaknya terhadap lingkungan tidak akan selesai dengan hanya mengandalkan kebijakan fiskal. Pemerintah harus memberikan edukasi kepada masyarakat. "Paralel dengan cukai, tentu akan ada pembinaan dari lingkungan terkait dengan peningkatan kebersihan lingkungan," katanya.
Kemenkeu mengusulkan tarif cukai terhadap kantong plastik Rp 30 ribu per kilogram dengan hitungan 150 lembar plastik per kilogram. Artinya, tarif cukai per lembarnya adalah Rp 200.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menuturkan, kebijakan tersebut tidak akan mengganggu kinerja industri terkait maupun konsumsi masyarakat. Sebab, dampak yang diberikan, termasuk pada tingkat inflasi, akan rendah. "Efek inflasinya 0,045 persen," ujarnya.
Dalam usulannya, Sri menambahkan, cukai akan dikenakan terhadap kantong plastik dengan jenis petroleum base atau plastik dengan bahan dasar petroleum. Dengan begitu, harga kantong plastik setelah cukai adalah Rp 450 hingga Rp 500 per lembar.