Rabu 26 Jun 2019 17:12 WIB

Kemenkeu: Insentif Fiskal Penerbangan Ditunggu Banyak Pihak

Pemberian insentif ini diharapkan mampu membantu cash flow maskapai nasional

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Ilustrasi penerbangan
Ilustrasi penerbangan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara (PKPN) Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (BKF Kemenkeu) Rofyanto Kurniawan berharap, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang akan memberikan insentif fiskal kepada industri penerbangan domestik dapat segera keluar. Tapi, ia masih enggan menyebutkan kapan pastinya beleid tersebut akan dikeluarkan.

Rofyanto menjelaskan, RPP tersebut sudah dinantikan oleh banyak pihak, baik pemerintah ataupun pelaku usaha di industri penerbangan. Tujuannya, agar daya saing maskapai Indonesia dapat terus meningkat dan mampu ‘terlihat’ di pasar internasional.

Baca Juga

"Jadi, kami berharap dapat segera dikeluarkan," ujarnya saat dihubungi Republika, Rabu (26/6).

Saat ini, Rofyanto menjelaskan, pembelian dan impor pesawat dan suku cadangnya sudah mendapatkan fasilitas pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Termasuk di antaranya alat keselamatan penerbangan, peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan.

Hanya saja, fasilitas tersebut terbatas diberikan untuk sewa pesawat di dalam negeri. Melalui revisi PP, fasilitas pembebasan PPN akan diberikan lebih luas, yakni atas sewa di dalam negeri atau dari luar negeri. "PPN yang tidak dipungut adalah sebesar 10 persen dari nilai transaksi," kata Rofyanto.

Selain meningkatkan daya saing, Rofyanto menjelaskan, pemberian fasilitas ini juga diharapkan mampu membantu cash flow atau aliran dana di industri penerbangan domestik. Pada akhirnya, kondisi itu diharapkan berdampak pada penurunan harga tiket pesawat domestik.

Setidaknya ada empat transaksi yang akan diberikan pembebasan PPN atau disebut PPN tidak dipungut. Pertama, impor atau pembelian oleh maskapai atas pesawat udara, suku cadangnya, alat keselamatan penerbangan, alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan pesawat udara.

Kedua, impor atau beli oleh pihak lain yang ditunjuk oleh maskapai atas suku cadang pesawat udara serta peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan pesawat udara. Ketiga, sewa pesawat dari dalam negeri dan luar negeri.

Keempat, jasa perawatan dan perbaikan pesawat udara yang diterima oleh maskapai nasional.  Selain regulasi di atas, Rofyanto menuturkan, terdapat beberapa regulasi lain yang mendukung industri penerbangan. Misal, bea masuk nol persen untuk pesawat dan komponen utama pesawat udara seperti mesin dan sebagainya.

Berikutnya, pemberian fasilitas tax holiday untuk industri pembuatan komponen utama pesawat terbang. Misalnya, engine, propeller, rotor, atau komponen struktur yang terintegrasi dengan industri pembuatan pesawat terbang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement