Senin 18 Mar 2019 21:50 WIB

Aturan Insentif Super Deductible Tax Masih Digodok

Insentif diberikan untuk mendorong riset di dalam negeri.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Dwi Murdaningsih
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto memberikan pidato pembuka sebelum meresmikan IoT Innovation & Future Digital Economy Lab di ITB, Bandung, Jawa Barat, Senin (18/3/2019).
Foto: Antara/M Agung Rajasa
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto memberikan pidato pembuka sebelum meresmikan IoT Innovation & Future Digital Economy Lab di ITB, Bandung, Jawa Barat, Senin (18/3/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pemerintah masih menggodok aturan pemberian insentif super deductible tax bagi industri. Menurut Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto, saat ini aturan tesebut sudah memasuki tahap finalisasi dan ditargetkan akan rampung semester I tahun ini.

Menurut Airlangga, insentif tersebut diberikan pemerintah untuk mendorong research and development (R&D) di dalam negeri.

Baca Juga

"Insentif ini akan segera dikeluarkan pemerintah melalui Peraturan Presiden," ujar Airlangga pada Peluncuran Future Digital Economy Lab di Institut Teknologi Bandung (ITB), Bandung, Senin (18/3).

Airlangga menjelaskan, insentif super deduction tax digulirkan dalam bentuk keringanan pajak hingga 200 persen untuk industri yang berinvestasi dalam pendidikan vokasi. Sementara bagi industri yang melakukan kegiatan R&D untuk menciptakan inovasi, akan diberikan keringanan pajak hingga 300 persen.

"Sederhananya, industri yang menanamkan investasi sebesar Rp 1 miliar akan mendapatkan potongan pajak sebesar Rp 2 miliar," katanya.

Sementara perusahaan yang melakukan riset dan inovasi dan hasilnya bisa diaplikasikan, menurut Airlangga, pemerintah akan memberikan insentif pajak sebesar tiga kali lipat nilai investasinya. Dengan upaya tersebut, pemerintah berupaya mendorong daya saing produk Indonesia hingga ke pasar global.

Sementara menurut Director & Chief Innovation & Regulatory Officer Indosat Ooredoo, Arief Musta'in, ia mendukung upaya pemerintah dalam menggenjot R&D di dalam negeri untuk menghasilkan inovasi.

"Dalam inovasi yang terpenting adalah kolaborasi dan integrasi. Inovasi adalah sebuah perjalanan sejak ide hingga menjadi produk ekonomis layak jual," katanya.

Selama ini, kata dia, R&D banyak dilakukan perguruan tinggi. Namun, inovasi yang mereka hasilkan baru sebatas berskala laboratorium, sehingga belum bisa diaplikasikan penuh dalam industri.

"Di sisi lain, banyak industri mendatangi kampus untuk mejemput ide yang bisa di inkubasi," katanya.

Oleh karena itu, kata dia, diperlukan sebuah ekosistem yang mendukung tumbuh kembangnya R&D guna menghasilkan inovasi. Hal itulah yang mendorong Indosat menghadirkan Future Digital Economy Lab di ITB.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement