REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – BTN menilai minat masyarakat terhadap hunian vertikal di kawasan perkotaan terus meningkat seiring keterbatasan lahan terutama di Jakarta dan sekitarnya. Tren ini dinilai akan memengaruhi pola pembiayaan perumahan, khususnya KPR untuk rumah susun dan apartemen.
“Sekarang masyarakat juga banyak yang tertarik ke hunian flat,” ujar Direktur Utama BTN Nixon LP Napitupulu di Menara BTN Jakarta, Selasa (18/11/2025).
Nixon menjelaskan hunian vertikal tetap layak dibiayai KPR selama memiliki pasar yang jelas. Ia menekankan aspek komersial menjadi penentu, bukan sekadar konsep bangunan.
“Sangat feasible, tergantung lagi kita lihat apakah itu marketable atau tidak. Balik lagi ini kan komersial. Kalau dibangun tapi orang tidak ingin, ya tidak komersial juga,” kata Nixon.
Menurut dia, generasi muda di wilayah urban cenderung memilih hunian yang dekat dengan pusat aktivitas dan transportasi umum. Ukuran unit bukan lagi faktor utama selama lokasi memudahkan mobilitas sehari-hari.
“Yang jadi tren memang sekarang anak-anak menginginkan di daerah urban, daerah perkotaan, sehingga tidak jauh dari tempat kerjanya. Dekat dengan sarana transportasi, tidak besar tidak apa-apa,” ujarnya.
Nixon juga menilai hunian vertikal menjadi jawaban atas kebutuhan ruang tinggal yang terjangkau di kota besar. Kenaikan harga tanah membuat rumah tapak di tengah kota semakin tidak realistis bagi banyak keluarga.
“Meninggi ke atas juga boleh, anak-anak sekarang kan begitu dan harganya bisa terjangkau,” ucapnya.
Ia menyebut pemerintah bersama pemerintah daerah mulai memikirkan pola kerja sama baru untuk penyediaan rumah di kawasan perkotaan. Namun, keterbatasan lahan menjadi tantangan utama pembangunan rumah tapak.
“Nah, ini yang lagi dipikirkan pemerintah. Kami juga jalan lewat pemda,” kata Nixon.
“Dimungkinkan tidak ada kerja sama baru untuk bisa memberikan rumah di tengah kota. Karena kalau rumah tengah kota sudah tidak mungkin landed, ya,” kata dia menambahkan.
Nixon mengingatkan lahan di Jakarta sudah sangat terbatas, termasuk untuk fungsi resapan air. Kondisi ini membuat konsep rumah tapak di pusat kota semakin tidak sejalan dengan kebutuhan tata ruang.
“Lahan di Jakarta ini untuk resapan air saja sudah sangat terbatas. Jadi tidak dimungkinkan landed house,” ujarnya.
Dalam pandangan BTN, hunian vertikal menjadi pilihan paling realistis bagi masyarakat yang ingin tetap tinggal di dalam kota. Sementara itu, rumah tapak lebih mungkin dibangun di kawasan penyangga Jakarta.
“Kalau mau tetap landed house, ya pilihannya keluar Jakarta. Itu kan diserahkan kembali kepada end user-nya,” ucapnya.