REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Indonesia komplain sikap Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) mengenai tarif proteksionisme yang diberlakukan oleh Australia atas impor kertas. Sikap tersebut merupakan ebuah langkah yang bisa membayangi perundingan perdagangan bebas menjadi sensitif beberapa bulan terakhir.
Protes terbaru muncul saat pemerintah Indonesia juga menyatakan ''keprihatinan mendalam setelah Australia melancarkan penyelidikan atas dugaan dumping batang baja yang diekspor dari Indonesia.
Namun, Australia mengumumkan pada bulan April akan mengenakan bea dumping pada kertas A4 yang diekspor dari Indonesia dan tiga negara lainnya dalam sebuah tindakan keras terhadap dumping yang tidak adil ke pasar Australia.
Keputusan tersebut disambut baik oleh pabrik Maryvale Australia, satu-satunya pabrik kertas fotokopi Australia di mana pekerjaan mereka berisiko karena terdapat impor murah. Namun pada tanggal 1 September, Indonesia mengajukan sebuah keluhan yang mengklaim bahwa tindakan Australia tampaknya tidak sesuai dengan ketentuan dalam Perjanjian Anti Dumping Organisasi Perdagangan Dunia mengenai penetapan dumping.
Direktur Pengamanan Perdagangan Kementerian Perdagangan Pradnyawati mengatakan, tindakan anti-dumping didasarkan pada tuduhan oleh Komisi Anti-Dumping Australia bahwa larangan ekspor kayu ke Indonesia telah mendistorsi harga kertas fotokopi A4. Komisi tersebut menemukan ekspor kertas dari Indonesia dibatasi dengan margin hingga 38,6 persen.
''Pemerintah Indonesia telah melakukan pendekatan diplomatik dengan menjelaskan kepada pemerintah Australia bahwa kebijakan tersebut tidak menyebabkan distorsi harga, namun hal itu tidak mempengaruhi jalannya penyelidikan dan keputusan pengenaan tugas anti-dumping,'' ucap Pradnyawati kepada Fairfax Media, dikutip smh.com, Kamis (7/9).
Oleh karena itu, lanjutnya, pemerintah Indonesia memutuskan untuk mengangkat isu ini sebagai kasus perselisihan di Organisasi Perdagangan Dunia. Australia diberi waktu 60 hari untuk menyelesaikan masalah ini, setelah itu, Indonesia bisa meminta WTO untuk mengadili.
Negosiator utama perundingan Indonesia, Deddy Saleh mengatakan, kasus kertas A4 tidak akan mempengaruhi negosiasi kesepakatan perdagangan bebas, yang dikenal dengan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia Australia (IA-CEPA).
Tapi, dia menilai jika keluhan Indonesia berhasil, Australia seharusnya tidak lagi mengajukan tuduhan tanpa dasar yang kuat. ''Karena jika terus menerus dilakukan, maka tentunya akan mengganggu kepercayaan sektor bisnis dan pemerintahan Indonesia agar IA-CEPA tidak mudah dilaksanakan,'' ujarnya.
Seorang juru bicara Menteri Perdagangan Australia Steve Ciobo mengatakan, pemerintah telah menjelaskan kepada Indonesia independensi sistem dan proses anti-dumping Australia. Dia menuturkan, Panel Tinjauan Anti-Dumping sedang melakukan tinjauan domestik atas tugas pembuangan kertas.
''Pemerintah memahami panel tersebut baru saja menginstruksikan Komisi Anti-Dumping untuk menyelidiki kembali,'''' kata juru bicara tersebut.
Indonesia dan tiga negara penghasil tembakau lainnya juga mengajukan banding atas undang-undang kemasan rokok pertama di dunia ke Organisasi Perdagangan Dunia, dengan alasan mereka menciptakan penghalang perdagangan ilegal.