Senin 24 Jul 2017 04:10 WIB

MAI: Profit Petani Tipis, Petani Jangan Dijadikan Objek

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Bayu Hermawan
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan pada Kabinet Indonesia Bersatu II, Fadel Muhammad memasuki kendaraannya usai menjalani pemeriksaan di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (22/7). (Republika/Raisan Al Farisi)
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan pada Kabinet Indonesia Bersatu II, Fadel Muhammad memasuki kendaraannya usai menjalani pemeriksaan di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (22/7). (Republika/Raisan Al Farisi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Masyarakat Agribsinis dan Agroindustri Indonesia (MAI) Fadel Muhammad menegaskandistribusi profit marjin antar pelaku usaha saat ini ini jelas tidak berkeadilan. Sebab, keuntungan produsen Rp 65,7 triliun ini jika dibagi kepada 56,6 juta anggota petani dari 14,1 juta rumah tangga petani padi, maka setiap petani hanya memperoleh marjin Rp 1 hingga 2 juta per tahun.

Sementara setiap middleman menikmati ratusan juta setahun jauh di atas profit normal, sedangkan konsumen dirugikan menanggung harga tinggi.

"Ini tidak adil dan berimbang karena profit petani sangat tipis dari jerih payah di sawah disengat matahari selama 120 hari dari tanam hingga panen padi, belum lagi risiko gagal panen, sementara middleman sebagai avalis meraup untung besar dalam waktu singkat dan minim risiko," tegasnya di Jakarta, Ahad (23/7).

Oleh karen itu, Fadel menegaskan agar petani jangan dijadikan sebagai objek dan dikorbankan. Akan tetapi, petani harus diciptakan keseimbangan manfaat wajar antar pelaku, sehingga petani memperoleh harga dan marjin yang layak, middleman mendapat normal profit dan konsumen menikmati harga lebih murah.

"Ya, hitung-hitungan solusinya adalah dengan cara menggeser marjin yang dinikmati middleman semula Rp 133,4 triliun menjadi Rp 21,6 triliun, sebagian marjin digeser ke petani padi dan sebagian ke konsumen," tegasnya.

Lebih lanjut Fadel menerangkan, harga beras di petani diangkat menjadi Rp 7.800/kg, sehingga marjin petani semula Rp 65,7 triliun naik menjadi Rp 82,6 triliun. Selanjutnya harga di konsumen semula Rp 10.582/kg dikendalikan dengan kebijakan harga Acuan Atas Rp 9.000/kg sehingga mereka surplus Rp 90 triliun. Pada kondisi ini middleman masih tetap memperoleh profit normal dan terwujud distribusi marjin yang adil.

"Ya sebenarnya harga beras medium saat ini Rp 10.500an/kg termasuk harga tinggi sebab dibentuk dari struktur pasar dan perilaku pasar pangan saat ini yang belum adil dan seimbang. Mengacu Peraturan Menteri Perdagangan 47/2017 dengan harga acuan atas sebesar Rp 9.000/kg, ya Harga Eceran Tertinggi (HET) ini sudah layak dan wajar antar pelaku," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement