Selasa 24 Jan 2017 13:43 WIB

Trump Tarik Keanggotaan dari TPP, Cina Bisa Rebut Dominasi AS?

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Nur Aini
Perwakilan 12 negara yang terlibat dalam Trans Pacific Partnership (TPP) di Atlanta, negara bagian Georgia, Amerika Serikat.
Perwakilan 12 negara yang terlibat dalam Trans Pacific Partnership (TPP) di Atlanta, negara bagian Georgia, Amerika Serikat.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Keputusan Presiden AS Donald Trump untuk menarik keanggotaan dari kemitraan perdagangan negara-negara Pasifik (TPP) menciptakan kekosongan politik maupun ekonomi yang bisa diisi Cina. Hal ini dinilai berpotensi merusak dominasi Amerika di Asia.

Pekan lalu dalam pidato di Forum Ekonomi Dunia di Davos Presiden Cina Xi Jinping menyoal keputusan Trump untuk mundur dari TPP. Ia menyamakan sikap proteksionisme dengan 'mengunci diri di sebuah ruangan gelap'. Xi dan para pemimpin Cina lainnya juga melihat kesempatan mengisi kekosongan kepemimpinan, sekaligus mengambil keuntungan dari proteksionisme Trump untuk meningkatkan hubungan dengan sekutu tradisional AS seperti Filipina dan Malaysia.

Kegagalan AS memimpin TPP yang mencakup 12 negara dan merepresentasikan 40 persen PDB global akan mendorong Cina mencari alternatif kesepakatan dengan negara-negara Asia Tenggara. Kemitraan dalam TPP kini tanpa AS dan berisi lebih sedikit langkah untuk mengatasi hambatan nontarif dalam perdagangan. TPP sebelumnya dinilai kontroversial karena memasukkan sejumlah isu seperti lingkungan dan perlindungan tenaga kerja.

Eric Altbach, wakil presiden Albright Stonebridge Group di Washington mengatakan, ibarat kuda, saat ini kuda AS berada dalam padang rumput sementara kuda Cina berlari dalam perlombaan.

"Ini hadiah besar bagi Cina karena mereka sekarang dapat melenggang sendiri sebagai pegendali perdagangan bebas," katanya yang juga mantan wakil asisten Perwakilan Dagang AS untuk Cina dilansir Bloomberg, Selasa (24/1).

Di bawah Obama, AS menggunakan poros Asia untuk mengalahkan Cina, yang terus mengancam dominasi AS. Cina telah menunjukkan taringnya ke negara tetangga dengan ekspansi militer dan perilakunya di wilayah sengketa Laut Cina Timur dan Laut Cina Selatan. TPP kemudian dilihat sebagai cara AS mengikat sejumlah negara termasuk negara kecil di Asia Tenggara dan bisa dijadikan penyangga.

Bertentangan dengan Trump, Senator John McCain yang memimpin Komite Angkatan Bersenjata menentang keputusan Trump. Menteri Pertahanan pemerintahan Obama, Ash Carter pernah mengatakan TPP memiliki nilai strategis yang lebih besar dibandingkan pertempuran kapal induk di Pasifik. Menurut McCain, penarikan diri dari perjanjian tersebut akan membuka kesempatan Cina untuk menulis ulang aturan ekonomi dengan mengorbankan pekerja Amerika.

Langkah Trump ini merupakan hantaman keras bagi upaya pendahulu Trump, Barack Obama atas kebijakan luar negeri AS dari Timur Tengah ke Asia. Obama melihat TPP lebih dari sebagai kesepakatan yang akan meningkatkan perdagangan internasional. Menurut peneliti senior di Pusat Studi Keamanan di Zurich Jack Thompson, perjanjian itu adalah inisiatif penting untuk membangun dan mempertahankan hubungan jangka panjang yang meyakinkan negara-negara di wilayah tersebut.

"Tapi penarikan Trump langsung merusak semua pekerjaan ini dan memberikan Cina kesempatan untuk menunjukkan ia merupakan masa depan keamanan dan sistem ekonomi di Asia Timur," katanya. Secara tidak langsung, AS akan dianggap lemah dan tidak dapat diandalkan untuk menjadi negara adidaya.

Baca juga: Australia Tawari Indonesia dan Cina Gabung TPP

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement