REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan menilai banyak perusahaan yang belum mendaftarkan atau mengikutsertakan pegawainya dalam program-program jaminan sosial terutama jaminan pensiun (JP).
"Faktanya demikian, beberapa perusahaan belum mendaftarkan pekerjanya pada program pensiun. Sebetulnya selain gaji yang diterima dari perusahaan, ada 8,9 persen dari gaji yang diterima masuk ke BPJS. Pekerja harus 'aware' untuk bertanya pada perusahaannya," kata Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Agus Susanto di Jakarta, Kamis (19/5).
Agus mengatakan pekerja harus bertanya kepada perusahaan pemberi kerja terkait status terdaftar atau tidak sebagai anggota program Jaminan Pensiun (JP). Menurut dia, kesadaran pekerja di Indonesia akan pentingnya kepesertaan jaminan sosial masih rendah.
Hal tersebut dapat terlihat dari jumlah kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan yang masih sebesar 19,5 juta jiwa per April 2016 atau sekitar 89,1 persen dari target tahun ini sebanyak 21,9 juta.
Sementara itu, jumlah perusahaan yang telah mendaftarkan pekerjanya ke program BPJS Ketenagakerjaan hingga April 2016 yakni sekitar 334 ribu perusahaan atau 95 persen dari target sebanyak 350 ribu perusahaan.
Agus menjelaskan dari empat program yang dimiliki oleh BPJS Ketenagakerjaan, program Jaminan Pensiun (JP) memiliki jumlah peserta yang paling rendah yakni berkisar 7,6 juta peserta. Ketiga program lainnya yang dimiliki BPJS Ketenagakerjaan adalah Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JK).
"Yang terbesar kepesertaannya adalah JHT. Kalau Jaminan Pensiun paling sedikit (kepesertaannya) karena memang baru berjalan sekitar dua tahun ini," ujar Agus.