REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi IV DPR Herman Khaeron sepakat, mekanisme penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk beras harus dibenahi. Ia pun menjanjikan penetapan HPP beras keluar sebelum panen raya perdana 2016 tiba. Penetapan besaran harganya harus menyesuaikan inflasi agar produksi pertanian bergairah.
"Terlebih petani kita mayoritas hanya memiliki lahan di bawah satu hektare, produksi mereka sangat tidak ekonomis kalau tidak didukung HPP," kata dia, Selasa (22/12).
Seperti diketahui, petani Indonesia kebanyakan memiliki lahan antara 1,3 hingga setengah hektare. Namun bagi sebagian kecil petani yang menggarap lahan lebih dari satu hektare, mereka masih bisa mengikuti harga pasar, baik ketika harga komoditas pertanian sedang rendah maupun tinggi.
Untuk para petani dengan penggarapan lahan di bawah satu hektare, HPP berguna untuk mensubsidi ketika harga gabah atau beras jatuh. Ia mencontohkan, HPP ditetapkan Rp 7.300 per kilogram. Namun harga di pasar Rp 7.200 disulut oleh produksi yang berlimpah dan kadar air tinggi. Di sanalah pemerintah melalui Bulog hadir lewat HPP, membeli gabah petani, lantas membantu infrastruktur produksi agar konversi gabah ke beras terjaga kualitasnya.
Dalam menetapkan HPP, Kementerian Pertanian bersama jajaran pemerintahan lainnya harus melakukan penyesuaian, berapa tigkat keekonomian para petani yang menggunakan lahan di bawah satu hektare. Hitungan tersebut juga mempertimbangkan input produksi serta harganya.
Setelah ditetapkan, Bulog akan membeli gabah petani yang harganya di bawah HPP. Tapi jika harganya di atas HPP, semestinya Bulog membeli dengan mengikuti harga pasar. "Ini justru menguntungkan petani," katanya.
Ia pun sepakat dengan usulan Bulog agar penetapan HPP dikelompokkan menjadi harga dasar dan harga fleksibel.