REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala SKK Migas Djoko Siswanto mengatakan sumur minyak rakyat bisa menambah lifting minyak nasional sebesar 100 ribu barel minyak per hari (bph).
“Saya sih melihat potensinya bisa 100 ribu (barel per hari). Potensi, ya. Potensi,” ucap Djoko ketika ditemui di Jakarta, Selasa (29/7/2025).
Perkiraan tersebut berdasarkan asumsi satu sumur bisa menghasilkan 3–25 barel minyak per hari. Dari 30 ribu sumur, Djoko memperkirakan sumur rakyat dapat menghasilkan 90 ribu barel minyak per hari.
“Itu baru tiga provinsi. Nanti kalau dari masing-masing provinsi lain kan potensinya besar sekali. Bisa 100 ribu (barel per hari),” tutur Djoko.
Berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 14 Tahun 2025 tentang Kerja Sama Pengelolaan Bagian Wilayah Kerja Untuk Peningkatan Produksi Minyak dan Gas Bumi, sumur rakyat akan dikelola oleh koperasi, badan usaha milik daerah (BUMD), atau usaha kecil dan menengah (UKM) milik masyarakat di daerah tersebut.
Perusahaan minyak dan gas bumi (migas) atau Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang beroperasi di dekat sumur rakyat itu nantinya akan membeli produksi sumur rakyat seharga 70–80 persen dari harga rata-rata minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP).
Djoko menyampaikan bahwa kerja sama antara perusahaan minyak dan gas bumi (migas) atau Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dengan UMKM atau BUMD sedang menunggu usulan resmi dari para gubernur di daerah. Ia berharap, mulai bulan depan, sudah ada tambahan produksi minyak nasional dari sumur rakyat. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mencatat ada 30 ribu sumur rakyat yang siap mendongkrak lifting minyak nasional guna mencapai target APBN sebesar 605 ribu barel per hari (bph).
Ia menyampaikan bahwa sebagian besar sumur rakyat berlokasi di Pulau Sumatera, seperti di Aceh, Sumatera Selatan, dan Jambi.
Lebih lanjut, ia juga mengatakan, Pertamina sudah bersedia untuk menjadi pembeli minyak dari sumur rakyat. Nantinya, produksi minyak dari sumur masyarakat yang dibeli oleh KKKS akan dihitung sebagai lifting dari KKKS tersebut.
“Ketika produksinya sudah ada dari sumur-sumur masyarakat, maka Pertamina sebagai offtaker (pembeli),” tuturnya.