REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kondisi perekonomian yang melemah dinilai membuat para pengusaha ragu-ragu untuk mencairkan kredit di bank. Hal itu terlihat dari kredit yang sudah disetujui bank namun belum dicairkan nasabah (undisbursed loan) tercatat sebesar Rp 1.177 triliun hingga Mei 2015.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan, undisbursed loan tumbuh 15,9 persen (yoy) sampai Mei 2015 dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 1.015,15 triliun. Pertumbuhan undisbursed loan tersebut juga lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan sepanjang tahun 2014 sebesar Rp 1.137 triliun.
Dari sisi modal, undisbursed loan Bank Umum Kelompok Usaha (BUKU) III berkontribusi paling besar yakni Rp 639,467 triliun atau naik 29,8 persen ketimbang akhir tahun lalu. Sedangkan undisbursed loan BUKU IV tercatat sebesar Rp 381,292 triliun atau naik 8,9 persen.
Ekonom Bank Negara Indonesia (BNI) Ryan Kiryanto menjelaskan, undisbursed loan adalah fasilitas kredit yang sudah disetujui oleh bank, tapi tidak dicairkan oleh debitur. Menurutnya, tingginya angka undisbursed loan karena faktor ekonomi.
Situasi dan kondisi ekonomi yang melemah membuat debitur khawatir kalau kreditnya mubasir dan bermasalah. Jadi lebih baik tidak dicairkan. Namun, dia menilai tingginya undisbursed loan bisa mengganggu likuiditas bank.
"Celakanya jenis kredit ini termasuk committed loan sehingga kalau tidak dicairkan sebenarnya mengganggu likuiditas bank karena LDR terkesan tinggi, padahal secara riil kredit yang tidak ditarik masih besar," jelasnya kepada Republika, Ahad (23/8).
Ryan menilai, kinerja pemerintah di semester kedua dalam membelanjakan anggaran (governmen spending) dan pembangunan infrastruktur yang akan memicu nasabah mencairkan kreditnya.