Senin 04 May 2015 16:22 WIB

Fasilitasi Sertifikasi SVLK Gratis, Pemerintah Kucurkan Dana Rp 33 Miliar

Rep: Sonia Fitri/ Red: Satya Festiani
 Perajin mebel mengerjakan pembuatan kursi di Jakarta, Rabu (11/2).
Foto: Republika/Prayogi
Perajin mebel mengerjakan pembuatan kursi di Jakarta, Rabu (11/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Membuka pintu selebar-lebarnya bagi pengusaha kayu untuk melakukan sertifikasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK), pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (SVLK) membuka pelayanannya secara gratis kepada 177 industri anggota Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia (AMKRI). Dari pelayanan yang dilakukan secara gratis tersebut, pemerintah mengucurkan dana hingga Rp 33 Miliar.

"Ini menandakan minat yang tinggi dari pengusaha kecil untuk berpartisipasi di SVLK, dan kita selalu mengupayakan kemudahan dalam prosesnya," kata Direktur Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan KLHK Dwi Sudharto sebagaimana rilis yang diterima pada Senin (4/5). Melalui fasilitasi tersebut diharapkan industri mebel dan kerajinan siap sepenuhnya saat SVLK diberlakukan paripurna 1 Januari 2016. Ia pun menyambut positif gelagat para anggota AMKRI yang berbondong-bondong ikut proses sertifikasi.

Bukti antusiasme anggota AMKRI untuk mengikuti proses SVLK adalah surat permohonan fasilitasi sertifikasi SVLK yang dilayangkan Ketua Dewan Pimpinan Daerah AMKRI Cirebon Raya, Sonny A. Tanama, kepada KLHK pada 26 Maret 2015. Tercatat 110 anggota AMKRI di Cirebon Raya yang belum memperoleh sertifikat SVLK dan berharap segera mendapat fasiitasi SVLK.

Selain di Cirebon Raya, kata Dwi, fasilitasi juga diberikan kepada anggota AMKRI di sentra-sentra industri mebel seperti Jepara, Yogyakarta, Solo, dan Surabaya. Sebagian, industri tersebut sedang melewati tahap //gap asessment// dan sebagian lagi internal audit. Selain anggota AMKRI, industri mebel yang tergabung dalam Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) juga mendapat fasilitasi serupa.

Dijelaskannya, meski industri mebel dan kerajinan saat ini belum dikenai kewajiban SVLK, namun kenyataannya banyak yang sudah memiliki sertifikat tersebut. Dampaknya positifnya, ekspor furnitur yang menggunakan SVLK pada setiap klaster naik signifikan. Di Jepara misalnya, jika pada 2013 nilai ekspornya tercatat hanya 14,2 juta dolar AS, maka pada tahun 2014 nilainya naik menjadi 32,7 juta dolar AS pada tahun 2014 atau naik 129,34 persen.

Dwi mengklaim, antusiasme industri mebel dan kerajinan mengikuti proses sertifikasi SVLK belakangan makin meningkat dengan program percepatan SVLK yang dijalankan Kementerian LHK. Lewat program tersebut, kementerian LHK menggandeng pemerintah daerah (pemda) yang memiliki kewenangan untuk menerbitkan legalitas terkait industri mebel dan kerajinan. Misalnya Surat Izin Usaha Perdagangan, izin gangguan, Tanda Daftar Perusahaan dan dokumen kelola lingkungan hidup.

Untuk mempermudah industri mebel dan publik yang ingin memantau perkembangan SVLK, KLHK telah meluncurkan laman bernama: dataindustrikayu.org. Laman tersebut melengkapi laman Sistem Informasi Legalitas Kayu (SILK) yang telah lebih dulu meluncur.

Sebelumnya, Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar menyebut, pemerintah selama ini berkomitmen untuk menjalankan SVLK dan sama sekali tak berniat untuk menyusahkan pelaku industri mebel dan furniture berskala kecil. Ditanya soal kabar Presiden Joko Widodo yang diceritakan ingin mencabut sertifikasi SVLK pun ditampiknya. "Saya tidak pernah mendengar langsung presiden bicara begitu," tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement