Selasa 11 Feb 2014 15:44 WIB

Pertumbuhan Laba Perbankan 2013 Tak Secemerlang 2012

Rep: Satya Festiani/ Red: Nidia Zuraya
Bank Indonesia
Foto: Republika/Adhi Wicaksono
Bank Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Laba perbankan di Indonesia pada 2013 tidak tumbuh secemerlang tahun sebelumnya. Pertumbuhan yang melambat tersebut salah satunya disebabkan oleh tingginya biaya dana atau cost of fund (COF) karena kenaikan bunga kredit tidak sebesar bunga simpanan.

PT Bank Tabungan Negara, Tbk (BTN) pada 2013 mencatatkan pertumbuhan laba sebesar 14,53 persen. Laba tercatat menjadi sebesar Rp 1,56 triliun dari Rp 1,36 triliun pada 2012. Pertumbuhan laba tersebut melambat. Pada 2012, BTN dapat mencetak pertumbuhan laba sebesar 21,93 persen.

Perlambatan pertumbuhan laba sejalan dengan penurunan net interest margin (NIM) BTN pun mengalami penurunan dari 5,83 persen pada 2012 menjadi 5,44 persen. Kredit perseroan juga mencatatkan perlambatan pertumbuhan. Kredit yang disalurkan perseroan pada 2013 hanya tumbuh 23,41 persen menjadi Rp 100,46 triliun. Sedangkan pada 2012, kredit dapat tumbuh 28,1 persen.

PT Bank Mandiri, Tbk juga mencatatkan perlambatan pertumbuhan laba. Pertumbuhan laba bersih pada 2013 sebesar 17,4 persen menjadi Rp 18,2 triliun dibanding pada 2012 yang sebesar Rp 15,5 triliun. Padahal pada 2012 bank berpelat merah tersebut dapat mencatatkan pertumbuhan laba sebesar 26,6 persen.

Sementara itu, PT Bank OCBC NISP, Tbk mencatatkan penurunan NIM. Bank OCBC NISP mencatatkan NIM sebesar 4,1 persen pada 2013. Angka tersebut turun tipis dari tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 4,2 persen.

Bank OCBC NISP juga memproyeksi NIM masih akan turun sebesar 0,1 persen tahun ini. Untuk menyiasatinya, perseroan akan mengelola biaya dana atau cost of fund (COF) dengan meningkatkan dana murah dan memastikan portfolio aset dapat menghasilkan lebih.

Kendati NIM turun, laba masih dapat tumbuh cemerlang. PT Bank OCBC NISP berhasil mencetak laba sebesar Rp 1,1 triliun pada 2013. Nilai tersebut meningkat 25 persen dari 2012 yang tercatat sebesar Rp 915 miliar. Pada 2012, laba hanya tumbuh sebesar 22 persen.

Pengamat menilai melambatnya pertumbuhan laba disebabkan kebijakan pemerintah yang bertujuan untuk menekan defisit transaksi berjalan. Ekonom dari Standard Chartered Bank Fauzi Ichsan mengatakan, untuk menciutkan defisit transaksi berjalan, ekspor mestinya digenjot, tetapi sulit karena harga komoditas sulit pulih. Oleh karena itu, pemerintah berusaha menekan impor dengan memperlambat pertumbuhan ekonomi. Caranya bisa melalui kebijakan fiskal maupun moneter.

"Kebijakan fiskal sulit karena tak mungkin pemerintah menaikan harga BBM di tahun Pemilu. Sehingga beban untuk menurunkan pertumbuhan impor bergeser ke BI," ujarnya di Jakarta, Selasa (11/2).

Cara BI untuk menekan pertumbuhan impor adalah dengan menurunkan pertumbuhan kredit dengan menaikan suku bunga. "Otomatis dengan kenaikan suku bunga, kredit bank melambat dan NIM juga menipis karena COF naik terutama bagi bank-bank menengah dan kecil," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement