Selasa 23 Jul 2013 12:23 WIB

Kesepakatan Penghindaran Pajak Global Hanya Untungkan Negara Tertentu

Rep: Muhammad Iqbal/ Red: Nidia Zuraya
Pajak (ilustrasi)
Foto: Ditjen Pajak
Pajak (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Perpajakan dari Universitas Indonesia Gunadi menilai kesepakatan para menteri keuangan negara-negara G-20 dalam pertemuan di Moskow terkait penghindaran pajak global akan bermanfaat untuk negara-negara tertentu. Akan tetapi, untuk negara-negara yang berkepentingan menjadikan dirinya sebagai negara tax haven, kebermanfaatan sulit untuk diperoleh. 

"Ini berdasarkan pengalaman dalam kerja sama global pencucian uang," ujar Gunadi kepada ROL, Selasa (23/7). 

Sebagai gambaran, dalam pertemuan yang tuntas akhir pekan lalu itu, aturan-aturan terkait penghindaran pajak global turut dibahas dalam pertemuan di ibu kota Rusia tersebut. Salah satu upaya yang akan ditempuh adalah pertukaran informasi pajak otomatis antar negara. 

Meskipun demikian, Gunadi menyebut terkadang pertukaran informasi tidak berjalan lancar. "Mereka minta informasi ke kita, kita carikan. Tapi saat kita minta ke mereka, tidak ada usaha balasan dengan menyebut tidak ada di basis datanya," kata Gunadi.

Pertukaran informasi dengan Jepang (negara dengan tarif pajak tinggi), ujar Gunadi, relatif bisa berjalan. Namun dengan Singapura (17 persen), Hongkong (15 persen) dan beberapa pulau yang menjadi negara tax haven tidak berjalan. 

Menurutnya, negara-negara G-20 harus terbuka dan harus ada asas resiprokal. "Kalau tidak mau, dimasukkan ke dalam daftar uncooperatif countries. Dengan demikian kerja sama ini bisa efektif," ujar Gunadi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement