Jumat 28 Nov 2025 21:45 WIB

Gubernur BI Sebut Prospek Ekonomi Global Tumbuh Melambat Dua Tahun ke Depan

Perry menyoroti lima faktor utama yang menjadi pemicu perlambatan ekonomi global.

Rep: Eva Rianti/ Red: Gita Amanda
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan prediksinya bahwa pertumbuhan ekonomi global dalam dua tahun mendatang akan melambat. (ilustrasi)
Foto: Eva Rianti/Republika
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan prediksinya bahwa pertumbuhan ekonomi global dalam dua tahun mendatang akan melambat. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan prediksinya bahwa pertumbuhan ekonomi global dalam dua tahun mendatang akan melambat. Hal itu terjadi seiring kebijakan proteksionisme Amerika Serikat (AS) serta berlanjutnya tensi geopolitik.

“Prospek ekonomi global masih meredup pada tahun 2026 dan 2027. Kebijakan proteksionis AS membawa perubahan besar pada lanskap perekonomian dunia. Ketegangan politik berlanjut dan kita belum tahu kapan akan berakhir. Penting untuk eling lan waspodo seperti nasihat Ronggo Warsito,” kata Perry dalam sambutannya pada Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) 2025 di Kompleks BI, Jakarta, Jumat (28/11/2025).

Baca Juga

Ia menyebut ada lima karakteristik yang menggambarkan prediksi melambatnya pertumbuhan ekonomi global. Pertama, kebijakan tarif AS yang berlanjut mengakibatkan turunnya perdagangan dunia, meredupnya multilateralisme, serta bangkitnya bilateral dan regionalisme.

Kedua, pertumbuhan ekonomi dunia melambat, terutama AS dan China. Sementara Uni Eropa, India, dan Indonesia dinilai cukup baik. Penurunan inflasi yang lebih lambat mempersulit kebijakan moneter bank sentral.

Ketiga, tingginya utang pemerintah dan suku bunga di negara maju akibat defisit fiskal yang terlalu besar. Hal itu berdampak pada tingginya bunga dan beban fiskal di negara-negara berkembang.

Keempat, tingginya kerentanan dan risiko sistem keuangan dunia karena transaksi produk derivatif yang berlipat, terutama hedge fund dengan machine trading, sehingga berdampak pada pelarian modal dan tekanan nilai tukar di emerging market.

Kelima, maraknya uang kripto dan stable coin pihak swasta. Belum ada pengaturan dan pengawasan yang jelas sehingga, menurut Perry, diperlukan central bank digital currency.

“Kelima gejolak global tersebut berdampak negatif ke berbagai negara. Indonesia tidak terkecuali, perlu respons kebijakan yang tepat, menjaga stabilitas, mendorong pertumbuhan lebih tinggi, serta berdaya tahan, tangguh, dan mandiri,” tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement