Jumat 28 Nov 2025 19:30 WIB

Produksi Manufaktur Terus Melemah, Industri Tekstil Hadapi PHK Massal

IKI November menunjukkan produksi melemah tetapi pesanan baru mulai menguat.

Rep: Frederikus Dominggus Bata, Eva Rianti/ Red: Gita Amanda
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyampaikan variabel produksi industri manufaktur kembali berada pada zona kontraksi selama enam bulan berturut-turut. (ilustrasi)
Foto: Bea Cukai
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyampaikan variabel produksi industri manufaktur kembali berada pada zona kontraksi selama enam bulan berturut-turut. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyampaikan variabel produksi industri manufaktur kembali berada pada zona kontraksi selama enam bulan berturut-turut, meski pesanan baru menunjukkan penguatan pada November 2025. Nilai produksi dalam Indeks Kepercayaan Industri (IKI) tercatat turun 1,08 poin ke level 47,49, sedangkan variabel pesanan naik 0,68 poin ke 55,93.

Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arief, mengatakan pelemahan produksi terjadi di tengah permintaan yang belum pulih sepenuhnya serta tekanan eksternal terkait fluktuasi nilai tukar dan dinamika geopolitik yang memengaruhi rantai pasok global. Meski demikian, peningkatan pesanan dari pasar domestik memberikan sinyal pemulihan yang mulai terbentuk.

Baca Juga

“Kontraksi pada variabel produksi ini dipengaruhi oleh pelaku industri yang mengambil sikap wait and see dalam meningkatkan output, seiring permintaan yang belum sepenuhnya pulih, serta tekanan eksternal lain seperti fluktuasi nilai tukar dan dinamika geopolitik yang berdampak pada rantai pasok global,” ujar Febri dalam rilis IKI November 2025, dikutip Jumat (28/11/2025).

Terbantu naiknya permintaan domestik

Kemenperin mencatat permintaan domestik bergerak naik ke level 52,71, sedangkan permintaan berorientasi ekspor berada di posisi 54,18. Peningkatan pada pasar domestik mencerminkan dorongan kebijakan belanja dalam negeri yang memperkuat kontribusi industri pengolahan. Secara bersamaan, risiko limpahan produk dari negara terdampak perang tarif global tetap perlu diwaspadai agar kapasitas industri nasional tetap terjaga.

Optimisme pelaku industri menunjukkan tren positif dengan tingkat ekspektasi usaha enam bulan mendatang mencapai 71 persen, naik dari 70,5 persen pada Oktober. Pada periode yang sama, tingkat pesimisme turun ke 5,2 persen. Hasil survei mencatat 78 persen responden menyatakan kegiatan usahanya membaik atau stabil, sementara 22 persen menilai kondisi menurun.

Kinerja subsektor turut memberikan kontribusi positif terhadap IKI November 2025. Sebanyak 22 dari 23 subsektor berada dalam fase ekspansif dan memberikan sumbangan hingga 98,8 persen terhadap PDB Industri Pengolahan Nonmigas Triwulan III 2025. Industri Pengolahan Tembakau menjadi subsektor dengan indeks tertinggi, ditopang kenaikan produksi rokok pada Oktober 2025 yang mencapai 27,9 miliar batang atau naik 7,3 persen dibandingkan bulan sebelumnya.

photo
Pekerja melinting rokok sigaret kretek tangan (SKT) di sebuah pabrik rokok di Bantul, Yogyakarta. - (Antara/M Risyal Hidayat)

Produksi rokok secara kumulatif Januari–Oktober 2025 mencapai 250,9 miliar batang atau turun 1,91 persen dibandingkan periode 2024. Penurunan tersebut dipengaruhi oleh maraknya rokok ilegal yang mendorong pelaku industri melakukan penyesuaian produksi. “Rokok ilegal ini tidak hanya merugikan negara, tetapi juga mengganggu iklim usaha,” kata Febri.

Industri Farmasi, Produk Obat Kimia, dan Obat Tradisional mencatat ekspansi pada level 57,68 poin. Subsektor ini terdorong peningkatan pesanan luar negeri setelah nilai ekspor pada September 2025 mencapai 81,87 juta dolar AS, naik 12,35 persen dibandingkan bulan sebelumnya.

Kemenperin menegaskan komitmen menjaga keberlanjutan ekspansi industri manufaktur melalui penguatan pasar domestik berbasis P3DN, ketersediaan energi kompetitif, perlindungan impor melalui SNI dan kebijakan selektif, serta dukungan hilirisasi berbasis sumber daya lokal. Upaya ini diperkuat melalui langkah Presiden Prabowo Subianto dalam membatasi impor selektif dan pemberantasan barang ilegal yang berpotensi mengganggu struktur industri nasional.

Kondisi makroekonomi yang stabil turut menopang industri, dengan inflasi terjaga di 2,86 persen dan indikator permintaan domestik menguat. Penjualan eceran September tumbuh 3,7 persen dan Indeks Keyakinan Konsumen Oktober naik ke 121,2. PMI S&P Global Manufaktur Indonesia berada pada level 51,2, menandakan ekspansi tiga bulan beruntun.

Penguatan permintaan domestik menjadi sinyal positif bagi keberlanjutan aktivitas industri. Kemenperin yakin dinamika ini mampu mendorong masuknya investasi baru ke sektor manufaktur melalui fasilitas fiskal, nonfiskal, dan kawasan industri yang telah disiapkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement