Kamis 11 Dec 2025 09:21 WIB

AGTI Soroti Tantangan Bahan Baku dan ESG dalam Upaya Kurangi Thrifting

Pabrik lokal belum sepenuhnya mampu memenuhi standar global.

Suasana pembeli saat berburu baju thrifting di berbagai toko thrift di Yogyakarta.
Foto: Wulan Intandari/ Republika
Suasana pembeli saat berburu baju thrifting di berbagai toko thrift di Yogyakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ketua Umum Asosiasi Garmen dan Tekstil Indonesia (AGTI), Anne Patricia Sutanto, menilai penguatan industri lokal serta terjaminnya ketersediaan bahan baku akan berkontribusi dalam menekan ketergantungan pasar terhadap produk pakaian bekas impor atau thrifting.

“Jika daya saing meningkat dan pasokan lokal kuat, thrifting pasti berkurang,” ujar dia dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis (11/12/2025). 

Baca Juga

Ia menjelaskan kemampuan industri lokal pada dasarnya ada, namun belum merata. Tantangan terbesar, menurut dia, terletak pada pemenuhan standar Environmental, Social, and Governance (ESG) yang mencakup aspek lingkungan, sosial, hingga penggunaan energi ramah lingkungan.

Ia mengatakan banyak pabrik belum mampu memenuhi seluruh persyaratan tersebut secara utuh.

“Jika standar lingkungan, perizinan, upah minimum, hingga penggunaan energi non-pool bisa dipenuhi, produk dalam negeri sebenarnya berpeluang besar diterima oleh merek internasional,” ucapnya.

Dalam praktiknya, lanjut dia, bahan kain untuk memenuhi pesanan merek global masih banyak yang harus diimpor. Hal ini disebabkan sebagian pabrik lokal belum mampu menghasilkan kain dengan kualitas konsisten sesuai standar global, terutama untuk segmen performance fabric dan sustainable textile.

“Kita sebenarnya kompetitif, tetapi kapasitas produksi belum cukup besar dan kecepatannya juga masih terbatas,” kata Anne.

Di sisi lain, kebutuhan untuk busana muslim dan kerudung, menurut dia, sebagian besar sudah dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri. Namun, untuk jenis kain tertentu yang memerlukan teknologi finishing khusus atau karakter handfeel tertentu, impor masih tetap diperlukan karena tidak semua pabrik lokal memiliki fasilitas produksi yang memadai.

“Secara kapasitas sebenarnya bisa, tetapi untuk spesifikasi tertentu masih harus mengandalkan impor,” ujarnya.

 

sumber : ANTARA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement