Ahad 12 Oct 2025 11:25 WIB

Ditjen Bea dan Cukai: tak Ada Impor Beras dan Jagung, Bea Masuk Turun Drastis 5,1 Persen

Terdapat devisa yang dihemat dan dinikmati langsung para petani Indonesia.

Buruh tani mengoperasikan mesin pemanen padi modern Combine Harvester saat penen padi Masa Tanam (MT) II 2025 di areal persawahan Desa Botorejo, Kecamatan Wonosalam, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, Senin (2/6/2025). Menurut data Badan Pusat Statistik pada April 2025, luas panen padi Indonesia mencapai 1,65 juta hektare dengan produksi padi diperkirakan sebanyak 9,09 juta ton gabah kering giling (GKG) yang jika dikonversikan menjadi beras diperkirakan mencapai sekitar 5,23 juta ton beras untuk konsumsi pangan penduduk.
Foto: ANTARA FOTO/Aji Styawan
Buruh tani mengoperasikan mesin pemanen padi modern Combine Harvester saat penen padi Masa Tanam (MT) II 2025 di areal persawahan Desa Botorejo, Kecamatan Wonosalam, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, Senin (2/6/2025). Menurut data Badan Pusat Statistik pada April 2025, luas panen padi Indonesia mencapai 1,65 juta hektare dengan produksi padi diperkirakan sebanyak 9,09 juta ton gabah kering giling (GKG) yang jika dikonversikan menjadi beras diperkirakan mencapai sekitar 5,23 juta ton beras untuk konsumsi pangan penduduk.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) mencatat capaian positif sepanjang 2025. Kebijakan swasembada pangan yang dijalankan pemerintah berhasil memperkuat ketahanan pangan nasional dan menekan impor, sekaligus mendorong peningkatan pendapatan negara dari ekspor.

Laporan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) menunjukkan, bea masuk nasional hingga Agustus 2025 tercatat Rp 32,2 triliun, turun 5,1 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Penurunan ini terjadi karena berhentinya impor beras, gula konsumsi, dan jagung pakan, menyusul meningkatnya produksi dalam negeri.

"Kita ada kebijakan swasembada pangan, jadi Bulog tidak mengimpor beras, juga ada larangan impor gula konsumsi, tapi gula produksi masih dan pakan jagung ini juga kita dilarang," terang Direktur Penerimaan dan Perencanaan Strategis DJBC, Muhammad Aflah Farobi dalam keterangan yang diterima Ahad (12/10/2025).

Hal ini sejalan BPS yang juga mencatatkan peningkatan produksi beras nasional Januari-November 2025 yang diperkirakan mencapai 33,19 juta ton, naik 12,62 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, bukti nyata ketangguhan pangan nasional.

Selain menekan impor, kinerja ekspor sektor pertanian menunjukkan peningkatan signifikan.

Berdasarkan data BPS, ekspor dari sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan tumbuh 38,25 persen pada periode Januari-Agustus 2025, dengan nilai mencapai 4,57 miliar dolar AS, naik dari 3,30 miliar dolar AS pada periode yang sama tahun sebelumnya.

Pada Agustus 2025, nilai ekspor pertanian 0,6 miliar dolar AS, naik 10,98 persen dibandingkan Agustus 2024 yang sebesar 0,54 miliar dolar AS. Kontribusi sektor pertanian terhadap total ekspor nonmigas nasional tercatat 0,60 miliar dolar AS dari total 23,89 miliar dolar AS.

Peningkatan volume ekspor komoditas pertanian yang signifikan turut berdampak pada kenaikan penerimaan bea keluar (ekspor). Penerimaan dari bea keluar bahkan melonjak 71,7 persen yoy mencapai Rp 18,7 triliun. Lonjakan ini dipicu salah satunya dari crude palm oil (CPO).

Kondisi ini memperlihatkan, sektor pertanian tidak hanya menjadi penopang pangan nasional, tetapi juga penggerak pertumbuhan ekonomi dan penyumbang devisa negara.

“Turunnya impor dan meningkatnya ekspor pertanian berdampak langsung pada peningkatan pendapatan negara. Artinya, sektor pertanian kini bukan hanya penyedia pangan, tetapi juga penghasil devisa yang signifikan,” terang Mentan Amran Sulaiman.

Mentan Amran menegaskan, kondisi ini menunjukkan keberhasilan nyata dari program swasembada yang kini telah berjalan efektif di lapangan.

“Kita bersyukur, tahun ini tidak ada impor beras dan jagung. Ini bukti bahwa produksi pangan nasional meningkat dan Indonesia mampu memenuhi kebutuhan pangannya sendiri,” ujar Mentan lebih lanjut.

Sebelumnya, berdasarkan data BPS pada 2023 Indonesia mencatatkan impor beras sejumlah 3,06 juta ton dengan nilai sekitar 1,79 miliar dolar AS. Sedangkan pada 2024, impor beras Indonesia sekitar 4,52 juta ton dengan nilai 2,71 miliar dolar AS.

Artinya, setidaknya sepanjang 2023-2024 Indonesia perlu mengeluarkan 4,5 miliar dolar AS untuk mengimpor beras dari luar negeri dan nilai tersebut hanya dinikmati importir dan petani luar negeri.

Dengan tidak adanya impor beras, setidaknya terdapat devisa yang dihemat dan dinikmati langsung para petani Indonesia.

Peningkatan produksi dan ekspor pertanian memberikan efek positif terhadap kesejahteraan petani. Berdasarkan data BPS, Nilai Tukar Petani (NTP) nasional pada September 2025 mencapai 124,36, naik 0,63 persen dibanding bulan sebelumnya yang tercatat 123,57.

Kementan menilai tren peningkatan NTP ini menjadi indikator bahwa kebijakan swasembada, kenaikan HPP, dan dorongan ekspor berjalan efektif dan memberikan hasil nyata di tingkat akar rumput.

“Swasembada bukan hanya tentang tidak impor, tapi memastikan petani hidup layak. Dengan produksi meningkat, ekspor tumbuh, dan NTP naik, kesejahteraan petani kita makin kokoh,” pungkas Amran.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement