REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyatakan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Uni Eropa (IEU CEPA) bakal menggenjot kapasitas pelaku usaha secara inklusif. Ada tiga keuntungan yang didapat pelaku usaha jika perjanjian itu diimplementasikan.
“Ini bukan hanya sekadar perjanjian dagang untuk mendapatkan tarif rendah, tetapi kemitraan yang bisa membantu pelaku usaha,” kata Ketua Umum Apindo, Shinta Widjaja Kamdani, di sela penandatanganan perjanjian IEU CEPA di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Selasa (23/9/2025).
Menurut Shinta, ada tiga keuntungan yang dapat dicapai pelaku usaha Tanah Air apabila perjanjian itu sudah diimplementasikan, dengan target mulai berlaku 1 Januari 2027, menunggu ratifikasi parlemen Indonesia dan Uni Eropa.
Pertama, akses pasar yang lebih luas yakni ke Benua Biru dengan tarif nol persen. Perjanjian yang tuntas setelah melalui perundingan sejak September 2016 itu mencakup bidang barang, jasa, dan investasi. Untuk barang, kedua pihak sepakat menghapus tarif lebih dari 98 persen dan 99 persen dari total nilai impor.
Saat implementasi kesepakatan, produk Indonesia langsung akan menikmati tarif nol persen di 90 persen pasar Uni Eropa, disusul pengurangan tarif lebih lanjut secara bertahap.
“Ini akan membuat kita lebih kompetitif seperti negara tetangga lain yang sudah memiliki perjanjian serupa,” ujarnya.
Sebelum Indonesia, ada dua negara ASEAN yang sudah memiliki perjanjian serupa, yaitu Singapura dan Vietnam.
Kedua, IEU CEPA memuat fasilitasi pembangunan kapasitas pelaku usaha untuk mendukung peningkatan standar produk mengingat Uni Eropa merupakan pasar yang menantang.
Kawasan itu memastikan standar ketat bagi produk ekspor yang masuk, termasuk aspek keberlanjutan dan regulasi terkait deforestasi (UEDR).
“Jadi ini akan membantu dari segi peningkatan kapasitas dan fasilitasi untuk standar yang ada. Saya rasa ini penting untuk membawa produk ekspor kita lebih besar,” kata Shinta yang juga Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin).
Ketiga, perjanjian itu memberi ruang partisipasi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk berkembang bersama, misalnya di sektor pertanian dan perikanan.