Sabtu 20 Sep 2025 21:54 WIB

BTN Optimistis Dana Rp25 Triliun dari Pemerintah Terserap Penuh Akhir Tahun

Bank kini berlomba-lomba menyalurkan kredit.

Nasabah mengakses aplikasi BTN Mobile saat melihat rumah bersubsidi di Perumahan Hadrah Land, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh, Senin (12/2/2024).
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Nasabah mengakses aplikasi BTN Mobile saat melihat rumah bersubsidi di Perumahan Hadrah Land, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh, Senin (12/2/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) memproyeksikan tambahan likuiditas Rp25 triliun yang telah resmi ditempatkan pemerintah akan dapat terserap habis pada akhir 2025. Keyakinan itu seiring dengan terjaganya permintaan kredit di sektor perumahan.

Perseroan menyampaikan, pihaknya telah menyiapkan sejumlah langkah untuk mengoptimalkan penyerapan dana tersebut. Direktur Utama BTN Nixon LP Napitupulu melalui keterangan resmi di Jakarta, Sabtu (20/9/2025) mengatakan, langkah pemerintah dapat mengatasi kondisi persaingan yang ketat di antara bank-bank dalam memperoleh pendanaan, terutama yang berbiaya murah dalam beberapa waktu terakhir.

Baca Juga

Dengan adanya dana segar tambahan, persaingan berpindah ke upaya bank dalam menyalurkannya menjadi kredit.

“Langkah pemerintah ini telah memindahkan persaingan di likuiditas menjadi persaingan di kredit, karena dengan adanya tambahan dana Rp25 triliun, likuiditas tidak menjadi masalah lagi bagi BTN, setidaknya dalam waktu 6 bulan. Saya perkirakan Desember (tahun ini) sudah habis terserap,” kata Nixon.

Adapun perkiraan tersebut didasarkan pada perhitungan rata-rata penyaluran kredit per bulannya di BTN mencapai sekitar Rp6-7 triliun, baik untuk melayani ekosistem perumahan yang cakupannya luas maupun kredit non-perumahan yang saat ini juga menjadi salah satu motor realisasi pembiayaan di BTN.

Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah menyalurkan dana sebesar Rp200 triliun ke lima bank milik negara, dengan alokasi untuk BTN sebesar Rp25 triliun untuk disalurkan sebagai kredit ke sektor riil sehingga dapat menggairahkan perekonomian. Dana tersebut dapat digunakan selama jangka waktu enam bulan dan dapat diperpanjang.

Nixon menjelaskan bahwa injeksi likuiditas tersebut serupa dengan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) saat pandemi COVID-19 ketika sejumlah dana pemerintah ditempatkan di bank-bank milik negara untuk mempercepat pemulihan ekonomi.

Saat itu, BTN mendapatkan penempatan dana pemerintah sebesar Rp10 triliun untuk disalurkan sebagai kredit.

Hasilnya, kata Nixon, ekonomi saat itu berangsur-angsur pulih dan bank-bank dapat mengembalikan dana tersebut ke negara setelah dua tahun. Dalam konteks saat ini, Nixon menilai tambahan likuiditas Rp25 triliun sangat membantu BTN untuk mempercepat realisasi atas pipeline kredit yang belum diakadkan.

Demand-nya justru sangat ada di BTN, pipeline (kredit) di kami sebenarnya Rp30 triliun lebih. Dengan adanya tambahan likuiditas ini, masalahnya sudah selesai dan yang sudah ada di pipeline jadinya cepat diberi keputusan agar tidak pindah ke bank lain,” kata Nixon.

Lebih lanjut, BTN juga menilai tambahan likuiditas Rp25 triliun dapat memberikan dorongan lebih bagi perseroan untuk terus menurunkan biaya dana (cost of fund), terutama setelah Bank Indonesia (BI) memangkas suku bunga acuan (BI Rate) sejak tahun lalu.

Sebagai langkah konkret, Nixon mengungkapkan bahwa BTN telah menurunkan bunga deposito special rate tidak lama setelah tambahan dana segar dari pemerintah diterima perseroan.

“Pada Jumat (12/9) diputuskan oleh pemerintah, Senin (15/9) kami memutuskan untuk menurunkan bunga special rate deposito 50 bps. Dana Rp25 triliun membantu BTN menurunkan suku bunga dana mahal dan kami akan memastikan special rate akan terus turun hingga akhir tahun,” ujar dia.

Ujungnya, kata Nixon, langkah tersebut dapat berdampak positif pada profitabilitas BTN yang akan terefleksi pada margin bunga bersih (NIM) perseroan. Tren penurunan biaya dana di BTN belakangan juga telah berkontribusi pada net interest margin (NIM) yang meningkat 139 bps ke level 4,4 persen hingga semester I 2025.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement