Kamis 04 Sep 2025 19:33 WIB

Tantangan Iklim Kian Berat, Industri Asuransi Kesehatan Dituntut Adaptif

Polusi udara yang memburuk berkontribusi pada meningkatnya penyakit pernapasan.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Satria K Yudha
Warga mengenakan masker saat beraktivitas di Jalan Asia Afrika, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (21/8/2023).
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Warga mengenakan masker saat beraktivitas di Jalan Asia Afrika, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (21/8/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA —  Perubahan iklim yang semakin nyata dapat berdampak pada industri asuransi kesehatan. Polusi udara, cuaca ekstrem, dan musim penghujan yang berkepanjangan dinilai memperburuk tren penyakit di masyarakat, sehingga mendorong lonjakan klaim kesehatan.

Isu ini menjadi sorotan utama dalam Indonesia Re Annual Seminar (IAS) 2025 bertajuk Balancing Risk and Reward: The Role of Prudent Acceptance in Business Successyang digelar di Bali, belum lama ini. Forum tahunan ini menegaskan pentingnya tata kelola risiko yang adaptif agar asuransi kesehatan tetap berkelanjutan di tengah tantangan lingkungan yang terus meningkat.

Baca Juga

“Bagi kami di Indonesia Re, ajang seperti ini bukan sekadar menyampaikan apa yang kami rasakan. Lebih dari itu, ini adalah kesempatan untuk berdiskusi, saling mengenal satu sama lain, dan membuka peluang kerja sama. Saya sengaja tidak terlalu formal karena kita ini sudah bukan lagi BUMN, tapi BUMD, badan usaha milik daerah,” ujar Direktur Teknik Operasi Indonesia Re, Delil Khairat dalam siaran pers, Kamis (4/9/2024).

Indonesia Re memaparkan bahwa tren polusi udara yang memburuk berkontribusi pada meningkatnya kasus penyakit pernapasan di masyarakat. Di sisi lain, musim penghujan panjang kerap menimbulkan lonjakan penyakit menular seperti Demam Berdarah Dengue (DBD).

Faktor-faktor ini membuat industri asuransi kesehatan menghadapi beban ganda. Selain harus menanggung klaim yang lebih besar, perusahaan juga harus beradaptasi dengan tingginya inflasi medis di Indonesia yang melebihi rata-rata global.

Melalui experience study pada portofolio asuransi kesehatan kumpulan, Indonesia Re menekankan pentingnya pemantauan berkala terhadap tingkat morbiditas dan penerbitan asumsi inflasi medis. Kajian ini menjadi dasar untuk menjaga kecukupan premi sekaligus melindungi keberlanjutan produk asuransi kesehatan di masa depan.

Tanpa strategi berbasis data, produk asuransi kesehatan dikhawatirkan tidak mampu menghadapi guncangan dari faktor eksternal, terutama yang terkait dengan iklim dan kesehatan lingkungan.

Selain faktor lingkungan, potensi fraud klaim juga menjadi tantangan serius. Indonesia Re tengah mengembangkan unsupervised machine learning dengan metode Autoencoder Neural Network untuk mendeteksi klaim anomali. Teknologi ini dapat berfungsi sebagai early warning system yang lebih akurat dalam mengidentifikasi klaim tidak wajar.

Langkah digitalisasi ini dipandang sebagai bagian integral dari strategi penguatan industri asuransi kesehatan agar tetap tangguh menghadapi risiko yang semakin kompleks.

Dengan berbagai tekanan baru, Indonesia Re menegaskan bahwa industri asuransi kesehatan tidak bisa berdiri sendiri. Sinergi antara perusahaan asuransi, reasuransi, dan pemangku kepentingan lain diperlukan untuk menghadapi dampak perubahan iklim sekaligus memastikan perlindungan kesehatan masyarakat tetap terjangkau.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement