REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kementerian Sosial (Kemensos) mempercepat pembukaan rekening kolektif bekerja sama dengan Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) untuk penyaluran bantuan sosial (bansos) berdasarkan hasil pemutakhiran Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Hal itu bertujuan agar penyaluran bansos tepat sasaran.
“Sebagaimana kita ketahui, setiap tiga bulan kami menyalurkan bansos, dan penyaluran itu didasarkan pada hasil pemutakhiran data BPS yang paling terakhir. Pemutakhiran itu selalu menemukan penerima manfaat baru yang belum memiliki nomor rekening, maka kami membuka rekening bagi keluarga penerima manfaat yang belum memiliki rekening karena data ini dinamis,” kata Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf (Gus Ipul) di Jakarta, Selasa (12/8/2025).
Ia menjelaskan, dalam pemutakhiran penerima bansos yang dilakukan BPS, sering ditemukan inclusion dan exclusion error yang memengaruhi penerima manfaat dalam mendapatkan bantuan pemerintah.
“Salah satu masalahnya adalah saat pembukaan rekening kolektif, Himbara atau perbankan memerlukan waktu cukup panjang. Mulai dari data yang kami kirimkan, kemudian dibersihkan, yang memenuhi syarat diteruskan, sedangkan yang belum memenuhi syarat dikembalikan. Proses ini memerlukan waktu antara dua sampai tiga bulan,” paparnya.
Untuk itu, Gus Ipul mengatakan pihaknya telah berdiskusi dan mencari solusi bersama Himbara agar pembukaan rekening kolektif dapat lebih cepat.
“Karena insya Allah setiap tiga bulan akan ada pembukaan rekening kolektif. Alhamdulillah, setelah diskusi, kami menemukan solusi yang bisa mempercepat pembukaan rekening kolektif, yang nanti dilanjutkan dengan pembagian kartu kepada penerima manfaat di rumah masing-masing,” ujarnya.
Ia menegaskan, penyaluran bansos tetap berpedoman pada DTSEN yang telah dimutakhirkan oleh BPS.
Gus Ipul menyatakan, Kemensos juga telah menghentikan 55 ribu penerima bansos anomali yang berprofesi sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) hingga pegawai Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Menurutnya, ada lebih dari 100 ribu penerima bansos anomali atau seharusnya tidak menerima bantuan.
“Dari jumlah itu, 55 ribu sudah tidak menerima bansos lagi. Tinggal 44 ribu yang sedang kami proses untuk tidak lagi menerima bansos,” kata Gus Ipul.
Selain ASN dan BUMN, penerima bansos anomali mencakup anggota TNI/Polri, dokter, dosen, manajer, eksekutif, serta pegawai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) bahkan mencatat ada 27.932 pegawai BUMN yang terindikasi menerima bansos.
Untuk mencegah bansos tidak tepat sasaran, Kemensos berkolaborasi dengan BPS dan pihak terkait untuk mengimplementasikan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2025 tentang DTSEN yang menekankan pentingnya akurasi, interoperabilitas, pembaruan data, dan sinergi antarkementerian/lembaga.