REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Ketimpangan partisipasi investor ritel di pasar modal kian mencolok. Hingga Maret 2025, jumlah investor ritel yang menempatkan dananya di Surat Berharga Negara (SBN) baru mencapai 1,19 juta. Angka ini tertinggal jauh dibandingkan dengan investor saham yang sudah mencapai 6,7 juta, serta reksa dana yang mencatat 14,8 juta investor. Padahal, total investor pasar modal kini telah menyentuh 15,7 juta.
Minat yang masih rendah terhadap obligasi diyakini tidak lepas dari minimnya pemahaman terhadap mekanisme pasar sekunder, rendahnya transparansi harga, serta adanya biaya tersembunyi yang menyulitkan investor pemula. Di tengah upaya mendorong inklusi keuangan, kondisi ini menunjukkan bahwa akses terhadap instrumen investasi yang lebih stabil seperti obligasi masih belum merata.
Menyikapi tantangan tersebut, sejumlah pelaku pasar mulai menghadirkan solusi digital agar investasi obligasi lebih ramah bagi ritel. Salah satunya dilakukan oleh PT Indo Premier Sekuritas dengan meluncurkan IPOT Bond, layanan penjualan obligasi langsung ke investor ritel melalui aplikasi IPOT.
“Melalui IPOT Bond, kami membuka jalan bagi investor ritel untuk meraih potensi keuntungan yang lebih maksimal dengan akses harga terbaik, baik untuk obligasi pemerintah maupun korporasi, serta kemudahan likuiditas yang ditingkatkan. Ini bukan sekadar fitur, tapi langkah konkret untuk mengubah cara kita melihat, mengakses, dan memaksimalkan investasi obligasi,” ujar Direktur Utama Indo Premier Sekuritas, Moleonoto The, Kamis (15/5/2025).
Dengan pengalaman panjang sebagai underwriter dan pemain utama pasar obligasi, Indo Premier berharap IPOT Bond dapat menjadi pintu masuk bagi lebih banyak masyarakat untuk mengenal dan menumbuhkan portofolio melalui instrumen pendapatan tetap.
“Harga beli obligasi di IPOT Bond lebih kompetitif dibandingkan platform lain, sehingga potensi yield yang diperoleh investor menjadi lebih tinggi,” jelas Moleonoto.