Kamis 15 Aug 2024 08:24 WIB

Era Suku Bunga Tinggi Bikin Aset-Aset Ini Jadi Menarik Cuan Buat Investasi

Sektor finansial menjadi yang berpotensi diuntungkan oleh arus dana asing.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Lida Puspaningtyas
Ilustrasi investasi.
Foto: Dok Republika
Ilustrasi investasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) memproyeksikan pasar saham Indonesia akan kembali atraktif. Chief Investment Officer, Equity, MAMI Samuel Kesuma mengatakan minat terhadap pasar saham domestik sejauh ini terpukul oleh era suku bunga tinggi yang membuat risk-free asset menjadi sangat menarik.

"Seiring siklus penurunan suku bunga, kondisi akan berubah dan membuat pasar saham kembali atraktif dilihat dari sudut pandang risk-return yang ditawarkan," ujar Samuel saat Market Update: Wind of Change di Jakarta, Rabu (14/8/2024).

Baca Juga

Samuel menilai hal ini didukung oleh harapan kebijakan pro pertumbuhan pemerintahan baru yang membuat minat investor terlihat meningkat, terutama dari investor asing yang sudah lebih dulu berinvestasi ke pasar dan membuat posisi arus dana asing kembali positif. Saat ini, lanjut Samuel, ada beberapa sektor yang bisa menjadi pertimbangan.

"Sektor finansial menjadi yang berpotensi diuntungkan oleh arus dana asing (dimana saham-saham big cap biasanya menjadi pilihan pertama), dan di lain pihak likuiditas perbankan juga mulai terlihat stabil," ucap Samuel.

Sektor selanjutnya adalah telekomunikasi, baik itu perusahaan penyedia jasa (operator) maupun menara (tower). Samuel memandang sisi valuasi dari sektor ini masih tetap menarik.

"Terakhir, sektor consumer staples atau fast-moving consumer goods (FMCG), yaitu sektor-sektor yang memproduksi barang-barang kebutuhan harian. Adapun untuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), MAMI memperkirakan akan mencapai level 7.800 di akhir 2024," kata Samuel.

Director & Chief Investment Officer, Fixed Income, MAMI, Ezra Nazula, mengatakan perubahan ekspektasi suku bunga dan stabilitas rupiah juga berpotensi membawa iklim yang lebih baik bagi pasar obligasi. Selain itu, berkurangnya target penerbitan SBN di semester kedua tahun 2024 bisa menjadi potensi katalis obligasi lainnya.

Ezra memaparkan imbal hasil saat ini masih cukup menarik, di mana selisih imbal hasil SBN 10Y - UST 10Y berada di 288 bps (lebih tinggi dari rata-rata satu tahun sebesar 245 bps). Ezra memperkirakan imbal hasil SBN 10 tahun ada di kisaran 6,00 persen sampai 6,25 persen hingga akhir tahun ini.

"Reksa dana obligasi dapat dipertimbangkan oleh investor untuk memanfaatkan karakteristik defensif dari kelas aset obligasi," ucap Ezra.

Ezra menyebut kondisi imbal hasil obligasi yang tinggi saat ini dapat menjadi peluang bagi investor untuk mengunci imbal hasil di level yang menarik. Hal ini juga dapat menikmati potensi capital gain ketika suku bunga mulai beranjak turun.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement