Rabu 10 Dec 2025 14:48 WIB

ESDM Tegaskan Hilirisasi Jadi Koreksi atas Praktik Ekspor Bahan Mentah

Agenda hilirisasi berjalan paralel dengan peningkatan kapasitas ketenagalistrikan.

Rep: Frederikus Dominggus Bata/ Red: Gita Amanda
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM Laode Sulaeman menyampaikan Keynote Speech dalam acara Rembuk Energi dan Hilirisasi 2025 di Pos Bloc, Jakarta, Rabu (10/12/2025).
Foto: Prayogi/Republika
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM Laode Sulaeman menyampaikan Keynote Speech dalam acara Rembuk Energi dan Hilirisasi 2025 di Pos Bloc, Jakarta, Rabu (10/12/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Laode Sulaeman, mengatakan hilirisasi merupakan koreksi strategis atas praktik panjang ekspor bahan mentah. Ia menyampaikan Indonesia pernah berada pada fase ketika komoditas tambang dikirim ke luar negeri tanpa nilai tambah, lalu kembali diimpor dalam bentuk barang bernilai tinggi.

Pada dua dekade lalu, jelas dia, bahan mentah diekspor dan negara pembeli mengolahnya menjadi produk bernilai. Dinamika tersebut menjadi dasar perubahan arah kebijakan energi dan pertambangan. Dorongan hilirisasi bertujuan meningkatkan kapasitas industri sekaligus memperbaiki struktur pemanfaatan sumber daya alam nasional.

Baca Juga

“Pada era-era 20 sampai 25 tahun yang lalu, kalau kita perhatikan di sektor pertambangan, itu barang mentah semua kita ekspor,” kata Laode dalam forum Rembuk Energi dan Hilirisasi 2025, di Jakarta, Rabu (10/12/2025).

Menurutnya, kemajuan pembangunan smelter menjadi penanda perubahan. Ketika bahan mentah dikirim langsung ke fasilitas pengolahan dalam negeri, produk yang dihasilkan memberikan nilai berlipat bagi perekonomian. Transformasi tersebut menjadi pijakan pemerintah dalam memperkuat ketahanan energi serta menekan ketergantungan dari luar negeri.

Dorongan mengurangi impor minyak juga menjadi faktor penentu. Konsumsi minyak nasional mencapai 1,6 juta barel per hari, sementara produksi berada di kisaran 580 ribu sampai 600 ribu barel per hari. Kesenjangan ini mendorong strategi penguatan produksi dan percepatan penambahan cadangan migas.

Langkah tersebut ditempuh melalui penerapan teknologi seperti enhanced oil recovery serta penyiapan lelang 75 Wilayah Kerja Migas untuk menambah sumber produksi. Pencapaian target APBN 2025 sebesar 605 ribu barel per hari menjadi dasar optimisme memperbaiki neraca energi pada tahun-tahun berikutnya.

photo
Pembicara memberikan paparannya dalam sesi Panel Discussion II: Energi dan Hilirisasi, Kita Bisa Tap in di Mana? dalam acara Rembuk Energi dan Hilirisasi 2025 di Pos Bloc, Jakarta, Rabu (10/12/2025). - (Prayogi/Republika)

Agenda hilirisasi berjalan paralel dengan peningkatan kapasitas ketenagalistrikan. Pemerintah menargetkan tambahan pembangkit 69,5 gigawatt dalam RUPTL 2025–2034, termasuk peningkatan elektrifikasi desa dan langkah transisi menuju Net Zero Emission dengan memanfaatkan gas sebagai jembatan menuju energi terbarukan.

Laode mengingatkan pentingnya kesiapan generasi muda dalam mendukung transformasi. Menurutnya, daya saing masa depan bertumpu pada kecepatan beradaptasi dan kemampuan lintas keilmuan. “Di masa depan itu yang menang adalah yang paling cepat,” ujar Dirjen Migas.

Satgas hilirisasi turut menuntaskan 18 dokumen pra-feasibility study dengan nilai investasi 38,63 miliar dolar AS atau setara 618,13 triliun rupiah. Dokumen tersebut menjadi bahan koordinasi lanjutan untuk menentukan proyek yang siap diimplementasikan melalui Danantara.

Laode juga menekankan hilirisasi sebagai langkah strategis untuk meningkatkan nilai tambah serta membuka ruang investasi dan pekerjaan bernilai tinggi. Upaya penyiapan sumber daya manusia diarahkan pada peningkatan human capital guna memperkuat daya saing nasional.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement