REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Tenaga Ahli Menteri ESDM Bidang Pengembangan Potensi Pemanfaatan Tenaga Nuklir, Irwanuddin, mengatakan kerangka hukum terkait pemanfaatan energi nuklir di Indonesia sudah lengkap sejak enam dekade lalu. Ia menyebut regulasi tersebut menjadi fondasi kuat pengembangan teknologi nuklir nasional.
Ia menerangkan landasan pengaturan nuklir telah dibangun sejak masa Presiden Soekarno melalui PP 65/1958 yang membentuk Dewan Tenaga Atom (DTA) dan Lembaga Tenaga Atom (LTA). Kerangka itu, jelas dia, diperkuat dengan hadirnya Undang-Undang Pokok-Pokok Ketenagaan Atom Nomor 31 Tahun 1964 yang menjadi tonggak utama sektor nuklir Indonesia.
“Perjalanan sejarah energi nuklir Indonesia itu bukan hal yang baru,” kata Irwanuddin dalam acara Rembuk Energi dan Hilirisasi 2025 di Jakarta, Rabu (10/12/2025).
Ia melanjutkan, langkah-langkah tersebut menempatkan Indonesia sebagai negara yang sejak awal memiliki komitmen kuat di bidang teknologi nuklir. Pada 1958 Indonesia bahkan memimpin komite pertama penyusunan statuta pembentukan badan nuklir internasional dan hadir bersama 70 negara dalam forum PBB. Pada tahun yang sama, Presiden Soekarno menetapkan dasar hukum pembentukan lembaga tenaga atom nasional.
Irwanuddin menegaskan catatan historis ini menunjukkan Indonesia termasuk pelopor di bidang pemanfaatan tenaga atom. Ia menyampaikan rencana penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) telah dibahas sejak 1986. Pengalaman berbagai negara, termasuk Rusia dan China, memperlihatkan manfaat teknologi nuklir dari sisi keekonomian bahan bakar hingga rendahnya tingkat polusi.
“Jadi hampir semua negara-negara besar mengambil inisiatif itu. Kenapa? Karena dari sisi masalah bahan bakar saja itu ekonomis. Kedua, dari sisi polusi sama sekali kecil dibandingkan dengan yang lain. Tapi bukan berarti kita meniadakan semua energi yang ada di Indonesia. Seluruh sumber daya bahan bakar kita itu harus kita optimalkan dan kita tidak boleh diatur oleh negara mana pun,” ujarnya.
Irwanuddin menekankan pandangan negara besar terhadap nuklir yang cenderung progresif dapat menjadi pembelajaran bagi Indonesia. Ia juga menyinggung pentingnya tetap mengoptimalkan seluruh sumber daya energi domestik, baik fosil maupun nonfosil, agar ketahanan energi tidak bergantung pada pihak luar.