REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan keputusan lembaga pemeringkat Fitch untuk mempertahankan rating kredit BBB RI adalah bukti keyakinan internasional terhadap stabilitas ekonomi Indonesia.
Fitch mempertahankan Sovereign Credit Rating RI pada BBB (satu tingkat di atas level terendah investment grade) dengan outlook stabil pada 1 September 2023, setelah terakhir mempertahankannya pada 14 Desember 2022.
“Afirmasi rating Indonesia pada peringkat BBB dengan outlook stabil menunjukkan keyakinan kuat pemangku kepentingan internasional atas stabilitas makroekonomi dan prospek ekonomi jangka menengah Indonesia yang tetap terjaga,” kata Perry dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Senin (4/9/2023).
Perry menyebut kepercayaan dunia internasional didukung oleh kredibilitas kebijakan yang tinggi dan sinergi bauran kebijakan yang kuat antara pemerintah dan Bank Indonesia di tengah ketidakpastian ekonomi global yang masih tinggi.
Pada laporannya, Fitch menilai prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam jangka menengah yang baik serta rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) yang rendah.
Fitch memprakirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5 persen pada 2023, didukung oleh konsumsi domestik yang solid di tengah pelemahan ekspor dan eskalasi risiko dari tertahannya pemulihan ekonomi China.
Pemilu pada 2024 diperkirakan tidak mempengaruhi investasi, bahkan belanja Pemilu partai dapat berkontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi dalam enam bulan ke depan.
Dalam jangka menengah, ekonomi Indonesia diyakini akan memperoleh manfaat dari implementasi reformasi dan pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan, termasuk pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).
Atas perkembangan tersebut, Fitch memperkirakan ekonomi Indonesia dalam jangka menengah tumbuh 5,2 persen pada 2024 dan 5 persen pada 2025.
Namun, Fitch melihat masih ada sejumlah tantangan yang perlu direspons, yaitu penerimaan pemerintah yang masih rendah serta beberapa indikator struktural termasuk indikator tata kelola yang relatif lebih rendah dibandingkan negara-negara lain pada peringkat yang sama.
Sementara itu, dari sisi eksternal, sejumlah indikator seperti transaksi berjalan menunjukkan perbaikan dibandingkan sebelum pandemi, meski akan kembali ke level normal dalam beberapa tahun ke depan, dengan asumsi penurunan harga komoditas akan berlanjut.
Fitch memperkirakan transaksi berjalan akan mencatat defisit sebesar 0,3 persen sampai 1,5 persen dari PDB pada 2023-2025, seiring penurunan harga komoditas.
Penanaman modal asing (PMA) diperkirakan meningkat didukung kelanjutan aktivitas hilirisasi yang diharapkan dapat memberikan nilai tambah terhadap ekspor komoditas dan mendorong peningkatan ekspor manufaktur.
Terkait perkembangan harga, penerapan kebijakan moneter ketat dan sinergi dengan pemerintah melalui penguatan program Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) diperkirakan mampu menurunkan inflasi sehingga mencapai kisaran sasaran 3 persen+1 persen pada akhir tahun 2023 dan ke sasaran baru 2.5 persen+1 persen pada 2024.
Fitch memperkirakan penerapan kebijakan fiskal yang berhati-hati dapat menjaga defisit fiskal di bawah 3 persen untuk beberapa tahun ke depan. Dampak positif penerimaan pada 2023 diperkirakan belum mampu menahan dampak negatif dari penurunan harga komoditas.
Namun demikian, dalam jangka menengah Fitch memperkirakan utang pemerintah akan menurun dari level 38,9 persen dari PDB pada tahun 2023 menjadi 38,0 persen pada 2025.
“Ke depan, Bank Indonesia akan terus mencermati perkembangan ekonomi dan keuangan global dan domestik, merumuskan dan melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, serta terus memperkuat sinergi dengan pemerintah untuk mendukung tercapainya pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan,” ujar Perry.