Senin 30 Jan 2023 13:27 WIB

Harga Minyak Naik Usai Serangan Drone di Iran

Harga minyak naik di awal perdagangan Asia, di dorong ketegangan di Timur Tengah

Rep: Lintar Satria/ Red: Esthi Maharani
Harga minyak naik di awal perdagangan Asia, di dorong ketegangan di Timur Tengah usai serangan drone di Iran.
Foto: ANTARA/M Risyal Hidayat
Harga minyak naik di awal perdagangan Asia, di dorong ketegangan di Timur Tengah usai serangan drone di Iran.

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Harga minyak naik di awal perdagangan Asia, di dorong ketegangan di Timur Tengah usai serangan drone di Iran. Sementara akhir pekan kemarin, Beijing berjanji mempromosikan pemulihan konsumsi yang akan mendorong permintaan bahan bakar.

Harga minyak mentah Brent pada Senin (30/1/2023) naik 54 sen atau 0,6 persen menjadi 87,20 dolar AS per barrel. Sementara sementara minyak mentah West Texas Intermediate AS naik 54 sen atau 0,7 persen menjadi 80,22 dolar AS per barel.

Pada Ahad (29/1/2023) kemarin, pejabat Amerika Serikat (AS) mengatakan tampaknya Israel dalang serangan drone ke pabrik militer Iran.

"Masih belum jelas apa yang terjadi di Iran, tapi setiap eskalasi di sana berpotensi mengganggu aliran minyak mentah," kata manager portofolio 8VantEdge, Stefano Grasso, di Singapura.

 

Diprediksi menteri-menteri di organisasi negara penghasil minyak, Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) dan sekutunya, OPEC+, tidak akan mengubah kebijakan produksi minyak mereka dalam rapat virtual pada 1 Februari mendatang.

Namun, kenaikan ekspor minyak dari pelabuhan Baltik, Rusia, pada awal Februari menyebabkan kerugian mingguan pertama Brent dan WTI dalam tiga pekan terakhir.

Pada Sabtu (28/1/2023) lalu, stasiun televisi CCTV melaporkan, kabinet China mengatakan akan mempromosikan pemulihan konsumsi yang menjadi pendorong utama ekonomi dan meningkatkan impor.

"Kami memiliki Rusia di sisi pasokan dan China di sisi permintaan, keduanya dapat mempertukarkan lebih dari 1 juta barel per hari di atas atau di bawah ekspektasi," kata Grasso mantan trader di perusahaan minyak Italia, Eni.

"Sepertinya China mengejutkan pasar dalam hal betapa cepatnya mereka keluar dari (kebijakan) nol Covid-19 sementara Rusia mengejutkan dalam hal ketangguhan volume ekspor meski didera sanksi," katanya menambahkan.

China memulai kembali perdagangan setelah musim liburan Imlek. Perusahaan investasi Citi mengutip data Kementerian Transportasi China yang menunjukkan jumlah penumpang, yang melakukan perjalanan naik dibanding dua tahun terakhir, tapi masih di bawah tahun 2019.

"Pemulihan lalu lintas internasional secara keseluruhan masih bertahap, dengan angka satu sampai belasan digit ke tingkat tahun 2019, dan kami pemulihan terus berlanjut ketika kelompok wisata diperbolehkan kembali pada 6 Februari," kata Citi.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement