REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ketegangan antara Amerika Serikat (AS) dan Iran berdampak langsung terhadap dinamika pasar keuangan global. Ekonom sekaligus Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, menyebut konflik tersebut menciptakan ketidakpastian yang memicu volatilitas di pasar saham, valuta asing, dan komoditas.
“Eskalasi konflik di kawasan Timur Tengah memengaruhi volatilitas pasar saham, pasar forex, maupun juga pasar komoditas,” ujar Nafan saat dihubungi Republika di Jakarta, Ahad (22/6/2025).
Ia menilai situasi akan semakin mengkhawatirkan jika Iran mengambil langkah ekstrem seperti menutup Selat Hormuz, yang merupakan jalur vital distribusi energi global. Menurutnya, penutupan selat tersebut akan memperburuk disrupsi rantai pasok dunia.
“Kalau misalnya Iran membalasnya dengan menutup atau memblokade Selat Hormuz di kawasan Timur Tengah, ini akan memengaruhi potensi peningkatan disrupsi rantai pasok global,” kata Nafan.
Gangguan rantai pasok tersebut, lanjut dia, akan berdampak pada lonjakan harga komoditas secara signifikan. Kondisi ini juga berpotensi menekan nilai tukar dolar AS terhadap berbagai komoditas.
“Akibatnya, akan berimplikasi terhadap kenaikan harga komoditas, menyebabkan dolar AS terdepresiasi terhadap komoditas,” jelasnya.
Dalam situasi geopolitik yang penuh ketidakpastian, Nafan menyebut emas sebagai instrumen investasi yang tetap menarik dan aman bagi pelaku pasar. Ia memperkirakan harga emas akan terus menguat selama ketegangan kawasan masih berlangsung.
“Kalau emas pasti akan mengalami uptrend karena dipengaruhi faktor safe haven instrument,” tutur Nafan.