REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Serikat Petani Indonesia (SPI) meminta pemerintah untuk menyiapkan sejumlah antisipasi imbas terhadap sektor pertanian imbas naiknya harga bahna bakar minyak (BBM). SPI menyatakan, dampak itu akan dirasakan bagi sektor pertanian secara keseluruhan.
Kepala Departemen Kajian Strategis Nasional, SPI, Mujahid Widian, dalam keterangan resminya, Kamis (8/9/2022), mengatakan, kenaikan BBM jelas akan berpengaruh terhadap sektor pertanian. Baik dari sisi komponen biaya produksi hingga distribusi yang dikeluarkan oleh petani.
Ia mengatakan, biaya produksi dan distribusi utama yang sudah mengalami kenaikan sebelum harga BBM naik yakni pembelian benih, pupuk, obat-obatan, bahan bakan utk pompa air dan juga biaya transportasi pengangkutan hasil panen ke pasar.
Khusus persoalan harga pupuk, ia mengatakan, dampak dari tingginya harga pupuk saat ini tercermin dari indeks biaya produksi dan penambahan barang modal di sektor pertanian yang naik sekitar 0,32 persen."Sebelum BBM naik saja, beberapa harga input produksi tersebut sudahh dahulu naik, rasanya mustahil untuk tidak terdampak pasca naiknya BBM," kata Mujahid.
Ia mengatakan, kendati sepanjang Agustus lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat deflasi sebesar 0,21 imbas penurunan harga pangan, naiknya harga BBM akan memicu kenaikan harga kebutuhan pokok dan menambah beban keluarga petani.
Mujahid menyebutkan, pemerintah harus mengambil langkah-langkah perbaikan secara komprehensif untuk mengantisipasi dampak dari kenaikan harga BBM tersebut.
Strategi pemberian bantuan langsung kepada masyarakat yang terdampak dinilai tidak cukup kuat untuk menghadapi gejolak yang ditimbulkan akibat kenaikan harga BBM, dan harga-harga lainnya. Ia menekankan, subsidi di sektor pertanian saat ini juga diperlukan.
“Kita harus belajar dari masa pandemi kemarin, ketika sektor pertanian mampu tumbuh positif di tengah ancaman krisis. Oleh karenanya, penting untuk mendorong subsidi langsung khusus kepada petani, hal ini bisa berupa subsidi input produksi, maupun jaminan harga di tingkat petani yang layak," kata dia.
Adapun untuk langkah jangka panjang, pemerintah harus mendorong kelembagaan ekonomi petani yang mandiri, mengingat industri pangan Indonesia saat ini masih dikuasai oleh korporasi. “Keberpihakan pemerintah terhadap nasib petani dan masyarakat kecil harus dibuktikan," kata dia.