Jumat 26 Nov 2021 16:52 WIB

Ditutup di Zona Merah, IHSG Turun Tajam 2,06 Persen

Dua hari terakhir IHSG mengalami penguatan.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Nidia Zuraya
Karyawan melintas di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta (ilustrasi). Indeks Harga Saham Gabunngan (IHSG) parkir di zona merah pada perdagangan akhir pekan ini. IHSG turun cukup tajam sebesar 2,06 persen dan turun kembali ke posisi 6.500, tepatnya 6.561,55.
Foto: Antara/Galih Pradipta
Karyawan melintas di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta (ilustrasi). Indeks Harga Saham Gabunngan (IHSG) parkir di zona merah pada perdagangan akhir pekan ini. IHSG turun cukup tajam sebesar 2,06 persen dan turun kembali ke posisi 6.500, tepatnya 6.561,55.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indeks Harga Saham Gabunngan (IHSG) parkir di zona merah pada perdagangan akhir pekan ini. IHSG turun cukup tajam sebesar 2,06 persen dan turun kembali ke posisi 6.500, tepatnya 6.561,55, setelah dua hari beruntun mengalami penguatan. 

Nilai transaksi yang terjadi saat ini sebesar Rp16,47 triliun dengan investor asing membukukan penjualan bersih sebesar Rp185,16 miliar. Asing paling banyak melepas saham perbankan diantaranya BBCA, BMRI, BBNI, dan BBRI. 

Baca Juga

Pergerakan IHSG ini sejalan dengan bursa regional Asia yang bergerak melemah. "Hal ini terpicu akan  munculnya varian virus baru menambah kekhawatiran tentang pertumbuhan di masa depan dan suku bunga AS yang lebih tinggi," tulis Pilarmas Investindo Sekuritas dalam risetnya, Jumat (26/11). 

Sentimen lainnya, menurut riset, pelaku pasar berspekulasi mengenai akselerasi terhadap tapering The Fed. Kebijakan moneter tersebut dikhawatirkan akan membuka ruang kenaikan suku bunga Amerika Serikat.

Sementara itu dari dalam negeri, sentimen datang dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Undang Undang (UU) Cipta Kerja. MK dalam putusannya memerintahkan DPR bersama Pemerintah untuk memperbaiki UU Cipta Kerja dalam jangka waktu dua tahun ke depan. 

"Hal ini tampaknya direspons negatif oleh pasar. Pasar khawatir ini akan menjadi ganjalan dalam menarik investor untuk berinvestasi di dalam negeri," kata Pilarmas Imvestindo Sekuritas. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement