Senin 14 Sep 2020 06:56 WIB

Ekonomi Afsel Diprediksi Kontraksi Lebih dari Tujuh Persen

PDB Afrika Selatan menyusut hingga menyentuh rekor 51 persen pada kuartal kedua.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
(ilustrasi) peta Afrika Selatan
Foto: tangkapan layar google map
(ilustrasi) peta Afrika Selatan

REPUBLIKA.CO.ID, JOHANNESBURG -- Perekonomian Afrika Selatan (Afsel) diprediksi mengalami kontraksi lebih dalam dari tujuh persen, seperti yang diproyeksikan pemerintah. Prediksi tersebut disampaikan oleh Menteri Keuangan Tito Mboweni dalam sebuah opini yang diterbitkan pada Ahad (13/9).

Seperti dilansir di Reuters, Ahad (13/9), Produk Domestik Bruto (PDB) Afrika Selatan menyusut hingga menyentuh rekor 51 persen pada kuartal kedua. Ini menjadi kontraksi selama empat kuartal berturut-turut. Kebijakan lockdown yang ketat untuk menghentikan laju penyebaran virus Covid-19 membuat aktivitas perekonomian hampir terhenti.

Baca Juga

Dalam surat kabar City Press, Mboweni menyebutkan, pemerintah melihat potensi kontraksi ekonomi lebih dalam dibandingkan yang sudah diantisipasi oleh Departemen Keuangan dan Bank Sentral Afrika, SA Reserve Bank. "Ini meningkatkan risiko, realisasi PDB tahun ini bisa lebih rendah dari yang diperkirakan sebelumnya oleh pembuat kebijakan dan pasar," ujarnya.

Pada Juli, Bank Sentral memangkas perkiraan PDB tahun ini menjadi kontraksi 7,3 persen. Dalam anggaran daruratnya pada Juni, Departemen Keuangan memproyeksikan penurunan tujuh persen. Beberapa analis bahkan memperkirakan kontraksi ekonomi bisa mencapai dua digit.

Dalam artikelnya, Mboweni mengatakan, pemerintah akan mempercepat reformasi keuangan. Di antaranya dengan meringankan hambatan regulasi dan memungkinkan lebih banyak investasi swasta di sektor publik, terutama di bidang kelistrikan,

Perusahaan listrik negara Eskom, yang menyediakan sekitar 90 persen listrik negara, telah berjuang selama bertahun-tahun untuk memenuhi permintaan. Mereka melakukan pemadaman listrik nasional untuk menjaga agar jaringan listrik tidak kolaps.

Eskom sering kali disebut sebagai ancaman utama bagi ekonomi dan stabilitas fiskal. Sebab, perusahaan ini memiliki utang sekitar 500 miliar rand (30 miliar dolar AS) dan sangat bergantung pada dana talangan dari pemerintah.

Pemerintah telah lama mendapat kritikan terhadap sikapnya yang lambat menangani Eskom. Dalam artikelnya, Mboweni menyebutkan, pemerintah akan bergerak dengan lebih cepat melalui Operasi Vulindlela (membuka jalan).

Inisiatif ini dilakukan bersama dengan Departemen Keuangan yang diumumkan pada Juni, bertujuan untuk mempercepat reformasi struktural. Tapi, Mboweni belum bisa menjelaskan rencana ini secara detail. "Ini bukan rencana baru. Ini melibatkan implementasi komitmen yang ada melalui mekanisme untuk meningkatkan tantangan dan implementasi jalur cepat," tulisnya.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement