REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Memberikan pasokan energi bersih untuk masyarakat terus diupayakan pemerintah. Selain menghasilkan pasokan baru berbasis energi baru terbarukan (EBT), pemerintah juga berupaya akan mengkonversi pembangkit-pembangkit listrik berbasis fosil yang menghasilkan emisi tinggi dengan pembangkit berbasis EBT yang lebih ramah lingkungan.
PLN sudah melakukan inventarisasi Pembangkit listrik diesel yang beroperasi lebih dari 15 tahun. Terdapat potensi lebih dari 2.200 unit PLTD dengan total kapasitas sekitar 1,78 Gigawatt (GW) di 29 provinsi untuk diganti dengan pembangkit EBT.
"Berdasarkan inventarisasi PLN, tercatat 2.246 unit Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD), 23 unit Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan 46 Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) yang direncanakan akan dikonversi," ujar Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, Ahad (2/2).
Selain mengkonversi PLTD tersebut, pemerintah juga menginventarisasi PLTU dan PLTGU yang telah beroperasi di atas 20 tahun untuk ditinjau ulang kemungkinan dikonversi dengan pembangkit EBT. Sebaran PLTU yang telah berusia lebih dari 20 tahun tercatat sebanyak 23 PLTU tersebar di 7 Provinsi dengan total kapasitas terpasang sebesar 5.655 MW. Sedangkan untuk PLTGU, tercatat sebanyak 46 unit dengan total kapasitas terpasang sebesar 5.912,17 MW tersebar di 5 Provinsi.
Menurut Arifin, pemanfaatan energi baru terbarukan saat ini sudah tidak bisa ditawar-tawar lagi dan sudah menjadi program prioritas Nasional.
"Energi terbarukan tak bisa ditawar, menjadi prioritas sebagaimana target 23 persen dalam bauran energi nasional tahun 2025 dan untuk mengakselerasi investasi EBT, kami sedang memfinalisasi Peraturan Presiden terkait Harga Listrik Energi Terbarukan," ujar Arifin.
Potensi EBT Indonesia sangat besar yakni lebih dari 400 Giga Watt. Namun pemanfaatannya masih 2,5 persen. Peluang investasi di sub sektor EBT ini sangat besar. Target tambahan kapasitas pembangkit listrik EBT hingga 2025 sebesar 17,4 Giga Watt dengan investasi sekitar 41,2 miliar dolar AS.