REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia meyakini penandatanganan tiga nota kesepahaman (MoU) dengan Singapura akan memberikan manfaat besar bagi Indonesia. Bahlil bersama Menteri Perdagangan dan Industri Singapura Tan See Leng telah meneken tiga MoU terkait perdagangan energi bersih, carbon capture and storage (CCS), dan membangun kawasan industri bersama di Kepulauan Riau (Kepri).
"Investasi dari total ini diperkirakan di atas 10 miliar dolar AS dari tiga proyek ini," ujar Bahlil dalam penandatanganan nota kesepahaman (MoU) dengan Menteri Perdagangan dan Industri Singapura Tan See Leng di kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (13/6/2025).
Bahlil menyampaikan Singapura memerlukan listrik berbasis energi hijau dengan kapasitas tiga gigawatt (GW). Kendati begitu, lanjut Bahlil, Indonesia dan Singapura akan mendalami potensi jumlah ekspor listrik ke Singapura.
"Tidak semuanya kita diekspor, tapi sebagian kita akan untuk konsumsi dalam negeri untuk industri yang berorientasi pada hilirisasi," ucap Ketua Umum Golkat tersebut.
Bahlil menyampaikan kerja sama tersebut akan mendorong pengembangan industri solar panel, menambah pendapatan negara, hingga pembukaan lapangan kerja. Bahlil mengatakan detail kerja sama akan disampaikan usai kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke Singapura dalam waktu dekat.
"Ini kerja sama yang baik dan saling menguntungkan. Apalagi dunia sekarang mendorong untuk produk-produknya itu semua harus memakai energi yang bersih," sambung Bahlil.
Bahlil menyampaikan pembangunan kawasan industri bersama Singapura nantinya juga akan menggunakan energi bersih. Bahlil menyampaikan Indonesia memiliki bahan baku, CCS, dan listrik bersih yang bisa digunakan untuk mendukung kawasan industri bersama tersebut.
"Kita berkolaborasi dengan teman-teman Singapura yang memang punya market dan punya FDI yang besar," lanjut Bahlil.
Bahlil mengatakan kerja sama kedua negara ini juga bisa saja melibatkan perusahaan swasta dan juga BUMN seperti PLN. Bahlil membuka pintu kepada BUMN maupun swasta untuk terlibat dalam kerja sama tersebut.
"PLN bisa iya, bisa tidak. PLN ini kan perusahaan listrik negara yang tanggung jawabnya besar. Dia harus membangun 69 gigawatt sampai 2034. Dia harus membangun jaringan 48 ribu meter sirkuit atau 8 ribu kilometer. Jadi kita lihat kemampuannya dulu. Kalau kemampuannya bagus, ya ok, kalau tidak, kita harus fokus dulu pada kebutuhan pelayanan publik," kata Bahlil.
Dalam paparan MoU, kedua negara membentuk Satgas yang dipimpin Menteri ESDM dan Menteri Perdagangan dan Industri Singapura. Satgas akan menyusun rencana aksi untuk pengembangan kawasan industri berkelanjutan.
"Potensi investasi 30 miliar dolar AS sampai 50 miliar dolar AS untuk investasi pembangkit panel surya dan 2,7 miliar dolar AS untuk manufaktur panel surya dan BESS," tulis paparan tersebut.
Paparan Kementerian ESDM juga menyebutkan empat miliar dolar AS sampai enam miliar dolar AS untuk potensi penambahan devisa per tahun, 210 juta dolar AS sampai 600 juta dolar AS untuk potensi penambahan penerimaan negara per tahun
"418 ribu potensi penyerapan tenaga kerja dari manufaktur, konstruksi, operasi, dan pemeliharaan panel surya dan BESS," lanjut paparan tersebut.
Sementara, potensi dampak CCS lintas batas dengan Singapura untuk jangka pendek meliputi pengembangan proyek S-hub (Shell, ExxonMobil, dan Pertamina) dengan pendapatan sekitar 200 juta dolar AS per tahun dan penciptaan lapangan kerja lokal lebih dari 1600 orang untuk konstruksi dan operasi.
"Jika segera direalisasikan, kerja sama CCS lintas batas Indonesia Singapura akan menjadi yang pertama di Asia Tenggara bahkan Asia Timur."