Selasa 19 Nov 2019 17:11 WIB

Agen Bank Didorong Meningkatkan Inklusi Keuangan

Agen bank adalah instrumen penting pemerataan akses warga ke layanan keuangan formal.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Gita Amanda
Ilustrasi Layanan Bank
Foto: Foto : MgRol112
Ilustrasi Layanan Bank

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melalui Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DNKI) terus mendorong peran agen bank untuk meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia. Sebab, agen bank adalah salah satu instrumen penting dalam pemerataan akses masyarakat terhadap layanan keuangan formal.

Sejak Program Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif, atau biasa disebut Laku Pandai diluncurkan tahun 2015, jumlah agen bank naik pesat dalam setahun pertama. Yaitu dari 60 ribu-an agen bank menjadi hampir 1 juta agen bank.

Baca Juga

Data pun mencatat, sebanyak 55,3 persen orang dewasa di Indonesia telah memiliki akun di lembaga keuangan formal. Selain itu, sebanyak 70,3 persen dari seluruh penduduk dewasa telah terlayani oleh lembaga keuangan formal.

"Meski begitu, pemerataan akses terhadap layanan keuangan formal harus terus berlanjut agar kesejahteraan masyarakat dapat benar-benar terwujud," ujar Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Iskandar Simorangkir dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Selasa (19/11).

Mayoritas agen bank di Indonesia, terutama agen Laku Pandai, kini sudah melayani Cash In Cash Out (CICO) atau isi saldo dan tarik tunai. Dengan adanya layanan ini, masyarakat dapat langsung menyimpan penghasilan dengan aman, serta menarik sebagian dari tabungan kapanpun dibutuhkan.

Iskandar mengatakan, DNKI mendorong peran agen bank yang lebih agresif melayani masyarakat karena mereka dapat menekan biaya layanan bagi para nasabah, selain memudahkan masyarakat mengakses layanan keuangan formal. "Masyarakat harus bisa mengakses layanan dan produk keuangan formal yang mudah, nyaman dan terjangkau," tuturnya.

Sejauh ini, agen bank adalah salah satu kanal utama selain kantor cabang bank untuk mengakses layanan keuangan formal. Dari hasil Survei Nasional Inklusi Keuangan tahun 2018, ditemukan bahwa 58,6 persen dari populasi penduduk dewasa di Indonesia tahu lokasi agen bank.

Bagi masyarakat, agen bank menjadi yang paling diandalkan untuk membuka rekening Basic Saving Account (BSA) dan deposit atau penarikan dalam enam bulan terakhir.

Iskandar memberikan contoh petani sawit di Sumatera. Mereka dapat menabung untuk pendidikan anaknya melalui agen terdekat dari tempat tinggalnya untuk menabung. "Dia juga bisa tarik tunai dari para anggota keluarganya yang bekerja di Jakarta dari agen tersebut," ujarnya.

Kemudian, berdasarkan hasil Survei Nasional Inklusi Keuangan tahun 2018, kesadaran agen perbankan meningkat drastis setelah 2016, terutama di wilayah pedesaan. Sebanyak 63,1 persen penduduk dewasa di pedesaan tahu lokasi agen bank.

Hanya saja, menurut studi Boston Consutling Group (BCG) dan Microsave Indonesia, volume transaksi median di agen bank per harinya masih rendah yaitu hanya sekitar empat transaksi. Kondisi ini masih jauh dari negara-negara lainnya yang mencapai lebih dari 35 transaksi per hari.

Apabila volume transaksi di agen rendah, Iskandar menilai, bukan tidak mungkin jika akan semakin banyak agen yang tidak mengelola layanannya dengan sepenuh hati bahkan menutupnya. "Jika kondisi ini dibiarkan, keuangan inklusif takkan menjadi sebuah keniscayaan," katanya.

Untuk itu, Iskandar menekankan, penetrasi perusahaan teknologi finansial (tekfin), khususnya agen tekfin, perlu dimanfaatkan untuk lebih memeratakan akses masyarakat terhadap layanan keuangan.

Saat ini, ada lima juta agen tekfin di Indonesia yang dapat diberdayakan untuk menjangkau kelompok-kelompok masyarakat yang selama ini belum terhubung dengan layanan keuangan formal. Misalnya, wanita, petani, dan masyarakat berpenghasilan rendah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement