REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan bakal memberi sanksi keras terhadap pelaku penipuan atau scam keuangan. Pelaku dipastikan tidak bisa lagi mengakses seluruh layanan di sektor jasa keuangan melalui pemblokiran berbasis NIK.
“Mereka yang kami tengarai melakukan scam dan fraud di sektor jasa keuangan, kita akan proses tindakan hukum, dan juga kita akan ‘matikan’ mereka di sektor keuangan, dalam arti adalah tidak hanya rekening tersebut yang kita tutup, kita blokir, tetapi juga semua mengacu kepada NIK. Kita tutup (akses) ke seluruh sektor jasa keuangan,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK Frederica Widyasari Dewi saat menyampaikan sambutan dalam acara ‘Kampanye Nasional Berantas Scam dan Aktivitas Keuangan Ilegal’ yang digelar OJK bersama Aftech di Hotel Raffles, Jakarta, Selasa (19/8/2025).
Frederica atau biasa disapa Kiki mengungkapkan tingginya kerugian finansial yang dialami masyarakat korban penipuan. Data Indonesia Anti Scam Center (IASC) menunjukkan angka kerugian akibat penipuan di Indonesia mencapai Rp4,6 triliun. Angka tersebut merupakan data sejak pembentukan IASC pada November 2024 hingga saat ini.
Data menunjukkan, dari total kerugian yang dilaporkan tersebut, ada sebanyak 225.281 jumlah laporan yang diterima, 359.733 jumlah rekening yang dilaporkan, dan 72.145 jumlah rekening yang diblokir, dengan total dana yang diblokir sebanyak Rp349,3 miliar. Dana korban dilarikan secara multilayer dan beragam format (bank, virtual account, e-commerce, dompet digital, sampai kripto).
IASC mencatat, setiap harinya, rata-rata ada 700—800 laporan masuk. Angka tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan negara lain, seperti Singapura sebanyak 140 laporan, Hong Kong sebanyak 124 laporan, maupun Malaysia mencapai 130 laporan masuk.
“Jadi, tidak hanya enak saja dia (pelaku scam) cuma ditutup rekeningnya, tetapi dia bisa melenggang ke rekening-rekening yang lain atau sektor keuangan yang lain. Kita akan bersama-sama melakukan penindakan, juga mempersempit gerak mereka, kalau bisa mereka tidak bisa bergerak di sektor jasa keuangan karena semua akan terintegrasi di sistem OJK di (aplikasi) Si Pelaku,” jelas Kiki.
Kiki melanjutkan, dengan tingginya jumlah penipuan dan kerugian yang dialami masyarakat, OJK berkomitmen untuk lebih tegas dalam menindak para pelaku penipuan. Di antaranya bekerja sama dengan pihak penegak hukum melalui IASC untuk melakukan tindakan langsung terhadap aksi penipuan keuangan.
“Harapannya ke depan ketika masyarakat mengadu ke Indonesia Anti Scam Center ini juga sudah otomatis menjadi aduan kepada aparat penegak hukum untuk proses lebih lanjut. Kalau yang di Satgas PASTI beberapa aduan yang ilegal sudah kita tindaklanjuti dan harapannya ini juga terus kita lakukan penindakan,” katanya.