REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan mengaku puas dengan perkembangan program hilirisasi. Luhut menyampaikan nickel ore sekarang sudah sampai pada carbon steel. Dia berharap tahun depan sudah masuk pada produksi carbon steel, artinya nilai tambah kedua sudah itu masuk pada katoda kemudian masuk pada lithium battery, lalu menuju recycling program, hingga recycle baterai-baterai bekas lithium.
"Di masa datang, karena kita bisa ekstrak 98,5 persen bahannya bisa digunakan, Indonesia memiliki cadangan nikel paling besar sedunia yaitu 22 persen," ujar Luhut dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id di Jakarta, Jumat (1/11).
Luhut mendukung langkah Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia yang menghentikan ekspor nikel karena adanya indikasi pelanggaran. Ia mengatakan, nickel ore yang sekarang diselundupkan sampai tiga kali lipat lebih banyak daripada seharusnya dan kadarnya lebih tinggi dari kadar 1,7.
Menurutnya pemerintah harus turun untuk menghindari hal-hal semacam ini. Itu sebabnya sekarang setiap penanganan atau rapat mengenai proyek-proyek seperti itu KPK sudah diminta pemerintah untuk langsung terlibat. "Pemerintah ingin KPK memerankan peran strategis. Seperti misalnya pada program pemerintah hilirisasi ini, kemudian ada manipulasi besar-besaran ratusan juta dolar AS, itu kan bisa triliunan rupiah,"
Pemerintah resmi melarang ekspor bijih nikel (ore) secara formal per Selasa (29/10). Kebijakan ini dipercepat dari yang seharusnya mulai diberlakukan pada 1 Januari 2020.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menjelaskan, percepatan dilakukan melalui diskusi panjang dan kebijakan tersebut dilakukan tidak atas dasar surat dari negara atau kementerian teknis.
"Tapi atas dasar kesepakatan bersama oleh pengusaha nikel, asosiasi nikel dan pemerintah," ujarnya dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Senin (28/10).
Sebelumnya, dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri ESDM Nomor 25 Tahun 2019 Tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara, pemerintah memutuskan percepatan pelarangan ekspor bijih nikel dari 2022 menjadi 1 Januari 2020.
Melalui beleid tersebut, pemerintah memberikan waktu transisi kepada pengusaha selama empat bulan, yakni dari September hingga Desember 2019. Jeda waktu diberikan agar pengusaha dapat mulai menyesuaikan kebijakan baru. Tapi, kebijakan ini kemudian dipercepat lagi dua bulan.