REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rosan Roeslani menyebut Indonesia kini telah memiliki ekosistem industri Electric Vehicle (EV) Battery yang lengkap. Pernyataan tersebut ia sampaikan dalam Konferensi Pers Realisasi Investasi Triwulan III di kantornya, di Jakarta, Jumat (17/10/2025).
Rosan menjelaskan, keberadaan rantai industri yang terintegrasi tersebut menjadi bukti nyata kemajuan program hilirisasi nasional. Ia menilai, Indonesia kini tidak hanya menjadi pemasok bahan mentah, tetapi juga telah memasuki fase penguasaan teknologi dan nilai tambah tinggi dalam sektor mineral strategis.
“Alhamdulillah ekosistem EV battery di Indonesia sudah lengkap, mulai dari tambang nikel sampai daur ulang baterainya sudah ada di dalam negeri,” ujar Menteri Investasi.
Secara keseluruhan, Rosan menjabarkan, total realisasi investasi sektor hilirisasi pada triwulan III 2025 mencapai Rp150,6 triliun atau setara 30,6 persen dari total investasi nasional. Nilai tersebut menunjukkan peningkatan signifikan dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yang masih di kisaran 25–26 persen.
Sektor mineral tercatat menjadi kontributor terbesar dengan nilai investasi Rp97,8 triliun. Dari jumlah itu, nikel menyumbang Rp42 triliun, tembaga Rp21,2 triliun, besi baja Rp9,5 triliun, bauksit Rp5,6 triliun, dan timah Rp5,1 triliun. Menurut Rosan, dominasi sektor ini sejalan dengan posisi Indonesia sebagai negara dengan cadangan nikel terbesar di dunia, yakni sekitar 42 persen dari total global.
Program hilirisasi mineral menjadi penggerak utama pembentukan ekosistem industri kendaraan listrik di Indonesia. Dari hasil tambang nikel, lanjut Rosan, kini telah berkembang industri pengolahan bahan baku baterai, pabrik EV battery, hingga fasilitas recycle yang seluruhnya beroperasi di dalam negeri. Ekosistem ini menjadi pondasi penting bagi transformasi ekonomi menuju energi bersih.
Rosan menambahkan, kontribusi sektor lain juga meningkat. Hilirisasi perkebunan dan kehutanan mencatat investasi Rp35,9 triliun, terdiri atas kelapa sawit Rp21 triliun, kayu log Rp11,1 triliun, karet Rp1,6 triliun, serta komoditas lain seperti pala, kelapa, kakao, dan biofuel. Adapun minyak dan gas bumi mencapai Rp15,4 triliun, masing-masing terdiri atas minyak bumi Rp10,4 triliun dan gas bumi Rp5 triliun.
Untuk sektor perikanan dan kelautan, nilai investasi tercatat Rp1,5 triliun, meliputi komoditas garam, ikan tuna, cakalang, tongkol, udang, rumput laut, rajungan, dan tilapia. Pemerintah menilai potensi sektor ini sangat besar dan akan terus digarap melalui sinergi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Rosan menegaskan, kolaborasi lintas kementerian, badan usaha milik negara, dan sektor swasta akan terus diperkuat guna memperluas hilirisasi ke bidang perkebunan, kehutanan, serta perikanan dan kelautan. Upaya tersebut diharapkan mampu meningkatkan nilai tambah, daya saing, serta menciptakan pertumbuhan investasi berkelanjutan di berbagai wilayah tanah air.