Kamis 24 Oct 2019 13:24 WIB

Peringkat Kemudahan Bisnis di Indonesia Belum Naik

Indonesia berada di peringkat ke-73 dari 190 negara.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Investasi (ilustrasi)
Foto: ANTARA/Widodo S. Jusuf
Investasi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Studi terbaru Doing Business 2020 yang diluncurkan Bank Dunia memperlihatkan, tingkat kemudahan berbisnis (Ease of Doing Business/ EoDB) Indonesia berada di peringkat ke-73 dari 190 negara. Posisi Indonesia masih sama seperti tahun lalu. Peringkat tersebut masih jauh dari target yang ditetapkan Presiden Joko Widodo, yaitu ke-40.

Meski peringkat masih sama, nilai atau score Indonesia mengalami kenaikan dari 67,96 menjadi 69,6. Dari beberapa indikator, tiga di antaranya menempatkan Indonesia di peringkat 40 besar. Ketiganya adalah elektrifikasi (ke-33) dengan socer 87,3; melindungi investor minoritas (ke-37) dengan poin 70,0; dan menyelesaikan kepailitan (ke-38) dengan poin 68,1.

Baca Juga

Poin yang besar pada elektrifikasi bukan tanpa sebab. Bank Dunia menilai, Jakarta dan Surabaya yang menjadi lokasi survei EODB, sudah meningkatkan pasokan listrik secara signifikan. Pemeliharaan jaringan listrik juga dilakukan untuk memastikan dunia usaha dapat beraktivitas secara maksimal.

Laporan yang dirilis Kamis (24/10) ini memberikan catatan khusus kepada regulasi ketenagakerjaan Indonesia. "Di antara ekonomi berpenghasilan menengah ke bawah di Asia Timur dan Pasifik, Indonesia merupakan salah satu negara dengan peraturan ketenagakerjaan yang kaku, terutama mengenai perekrutan," tulis laporan tersebut.

Bank Dunia juga memberikan catatan mengenai ketentuan upah minimum. Terkadang, hubungan antara upah minimum dan pekerjaan memang positif. Tapi, sebuah studi di Mauritius pada 2018 menunjukkan kenaikan 10 persen terhadap upah minimum memiliki sedikit dampak positif terhadap pekerjaan di sektor tertutup.

Laporan juga menunjukkan, perusahaan negara di berkembang harus berjuang keras untuk membayar upah minimum kepada pekerjanya. Sebab, rasio dari upah minimum terlalu tinggi dibandingkan rasio berpenghasilan tinggi.

"Peningkatan 10 poin persentase pada upah minimum di Indonesia memiliki keterkaitan dengan 0,8 poin persentase penurunan lapangan kerja secara rata-rata di provinsi tertentu," katanya.

Dari 190 negara, Selandia Baru menduduki posisi pertama dengan poin 86,8 atau naik 0,21 poin persen dari EoDB 2019. Sementara itu, Singapura dan Hong Kong Cina menempati peringkat kedua dan ketiga dengan masing-masing poin 86,2 dan 85,3.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement