REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro mengatakan sektor urbanisasi di Indonesia selama ini terkadang digambarkan dengan negatif. Urbanisasi dinilai belum mampu mengerek pertumbuhan ekonomi.
"Semoga laporan Bank Dunia ini diharapkan bisa mengubah paradigma ini dan menjadikan urbanisasi sebagai sumber pertumbuhan kami," ujar Bambang saat menghadiri peluncuran laporan Bank Dunia tentang urbanisasi di Hotel Pullman, Jakarta, Kamis (3/10).
Bambang tak menampik Indonesia belum memanfaatkan urbanisasi sebagai salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi. Bambang menyampaikan, setiap satu persen peningkatan urbanisasi di Cina mampu meningkatkan pendapatan per kapita hingga tiga persen, sementara Asia timur dan pasifik sebesar 2,7 persen. Indonesia sendiri baru mampu meningkatkan 1,4 persen pendapatan per kapita dari tiap peningkatan satu persen tingkat urbanisasi.
"Sebanyak 55 persen populasi penduduk Indonesia tinggal di wilayah urban. Pertanyaan besar, apakah Indonesia dapet mengambil manfaat, kita benar-benar butuh belajar dari negara lain," ucap Bambang.
Bambang menilai belum maksimalnya urbanisasi dalam mengerek pertumbuhan ekonomi tak lepas dari kegagalan mendefinisikan wilayah-wilayah yang dikenal sebagai pusat urbanisasi yakni metropolitan. Kata Bambang, area metropolitan masih kental dengan wilayah di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Padahal hal tersebut sudah tidak relevan lantaran banyak masyarakat yang kerja di Jakarta tinggal di luar area tersebut seperti Cikarang dan Karawang di timur Jakarta, Cipanas dan Cianjur di selatan Jakarta, dan Serang di barat Jakarta.
"Indonesia selalu berpikir metropolitan hanya Jabodetabek. Padahal sebenarnya sangat dinamis tidak hanya Jabodetabek, tapi kita harus menyesuaikan. Metrolpolitan lebih besar sehingga kita harus mendefinisikan dengan benar berdasarkan data," katanya.
Bambang mengambil contoh operasional stasiun moda raya terpadu (MRT) yang hanya sampai di kawasan Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Alasannya bukan lantaran biaya pinjaman Jepang, namun lantaran sebelah Lebak Bulus sudah berada di Kota Tangerang Selatan, Banten. Dengan konsep kawasan metropolitan yang terintegrasi, kata Bambang, memungkinkan pengembangan operasional MRT hingga mencapai Serpong, Tangsel.
"Dengan studi ini kita harap pemda membuka mata. Area ekonomi berbeda dengan area administrasi karena area ekonomi tidak punya batasan dan tidak bisa dibatasi dengan area administrasi," lanjutnya.
Untuk itu, kata Bambang, pemerintah sedang mengkaji ulang tentang definisi kota metropolitan di Indonesia, terutama kota metropolitan yang ada di pusat ibu kota negara, Jakarta dan sekitarnya. Bambang menyampaikan, pemerintah memanfaatkan perkembangan teknologi dengan melihat pergerakan masyarakat dari wilayah sekitar Jakarta yang berangkat dan pulang secara rutin.
"Dari HP, nomornya nanti ketahuan berapa banyak (warga sekitar Jakarta yang beraktivitas di Jakarta). Seperti apakah Karawang atau Cikarang yang jadi batas timur area metropolitan, itu nanti kelihatan di big data," ucap lulusan University of Illinois at Urbana-Champaign tersebut.
Dengan begitu, kata Bambang, wilayah yang masuk dalam area metropolitan mengalami perluasan wilayah mengingat pesatnya pertumbuhan penduduk. Bambang menyampaikan kebijakan definisi ulang metropolitan tidak akan mengubah kewenangan yang dimiliki masing-masing pemerintah daerah. Dengan adanya definisi ulang metropolitan, kata Bambang, pemerintah ingin antarpemda yang menjadi penyangga kota inti seperti Jakarta bisa bekerja sama dalam melakukan perbaikan pembangunan dan layanan kepada masyarakat.