REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menyebut, dinamika perang dagang global telah berdampak pada keberlangsungan aliran investasi di Indonesia. Meski demikian, kalangan pebisnis tetap optimis bisa memanfaatkan celah perang dagang untuk meningkatkan usaha.
Direktur Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Research Institute, Agung Pambudhi, mengatakan, sejauh ini efek terhadap aliran investasi riil belum begitu terlihat. Bagi pengusaha, kata Agung, situasi saat ini tetap menjadi kesempatan untuk meraih investasi. Baik aliran modal dari pebisnis di China maupun Amerika Serikat yang tengah terlibat perang dagang selama setahun lebih.
"Begitu ada pasar yang hilang, tentu akan mencari alternatif di tempat lain. Salah satunya, Indonesia yang bisa menjadi tujuan," kata Agung kepada Republika.co.id, Senin (30/9).
Kendati demikian, Agung tak membantah jika perang dagang memang dapat mempengaruhi perekonomian secara global. Sebab, dua negara yang terlibat perang dagang merupakan dua raksasa ekonomi dunia. Karenanya, amat wajar jika pelaku usaha di seluruh dunia lebih berhati-hati sebelum mengalirkan modalnya ke suatu negara.
Bagi pengusaha swasta nasional sendiri, Agung menilai, minat berinvestasi akan terus tumbuh. Apalagi, pemerintah telah mencanangkan Omnibus Law dengan menyatukan 72 Undang-Undang yang berkaitan dengan perizinan investasi sektoral.
Pengusaha, kata Agung, akan terus mencari peluang. Sama halnya dengan investor global, pelaku usaha swasta tentu bakal lebih berhati. "Mereka (pengusaha) menjadi lebih hati-hati itu iya, tapi tidak dalam pengertian tidak jadi (berinvestasi)," kata Agung.
Sementara itu, dari sisi ekspor, Agung mengatakan bahwa Indonesia sudah mendapatkan dampak positif, khususnya di sektor industri tekstil dan produk tekstip (TPT). Industri TPT merupakan salah satu sektor industri yang menjadi prioritas pemerintah untuk terus dikembangkan karena memiliki multiplier effect yang besar bagi ekonomi nasional.
Agung memaparkan, sebelum tahun 2019, rata-rata ekspor produk TPT tumbuh di kisaran 5-7 persen per tahun. Namun, hingga menjelang penghujung 2019 ini, ekspor TPT tumbuh dua kali lipat dari biasanya. Menurut dia, setelah dikonfirmasi kepada para pelaku usaha terkait, peningkatan ekspor merupakan manfaat dari perang dagang yang ada.
"Misal, semula yang AS yang order garmen ke Cina, lalu dialihkan ke negara lain. Indonesia mendapat itu. Ini dalam konteks suplai barang," kata Agung.
Sebelumnya, Bank Indonesia mengakui pertumbuhan ekonomi dalam negeri turut terdampak dari kondisi perekonomian global yang tengah melemah. Seperti akibat perang dagang AS dan Cina, juga perang dagang antara Jepang dan Korea Selatan.
"Investasi itu menurun tapi turunnya memang sedikit dibanding kuartal lalu," ujar Direktur eksekutif Departemen komunikasi Bank Indonesia Onny Widjanarko, pekan lalu.
Mengutio data Badan Pusat Statistik (BPS), investasi atau yang ditunjukkan dalam data Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (PMTB) pada kuartal II 2019 sebesar 5,01 persen atau menurun dari kuartal sebelumnya sebesar 5,03 persen. Angka ini juga menurun dibanding periode yang sama di tahun sebelumnya (yoy) yang tembus 5,85 persen.
Dari data investasi tersebut, investasi bangunan kuartal dua 2019 sebesar 5,46 persen atau menurun tipis dari kuartal sebelumnya sebesar 5,48 persen. Sementara investasi non bangunan juga mengalami penurunan sebesar 3,70 persen atau turun dibandingkan tahun lalu sebesar 8,33 persen.
"Investasi bangunan menurun tapi steady. Non pembangunannya yang menurun padahal kita mengharapkan naik agar menopang pertumbuhan ekonomi ke depan," katanya.