REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyebutkan, sebanyak Rp 700 triliun investasi siap masuk ke Tanah Air. Hanya saja masih terkendala berbagai masalah di dalam negeri.
"Salah satu (masalah) di antaranya urusan lahan di daerah. Investasi yang tertahan karena hal itu sebesar Rp 220 triliun," ujar Bahlil kepada wartawan di sela rapat koordinasi di Jakarta, Senin, (18/11).
Dirinya melanjutkan, jumlah investasi yang tertahan karena urusan perizinan di daerah pun cukup besar yakni sekitar Rp 100 triliun. "Sisanya atau hampir Rp 200-an triliun juga terbentur di pusat," kata dia.
Menurutnya, persoalan tersebut disebabkan oleh regulasi atau kebijakan yang tumpang tindih. Hak itu, lanjut dia, bisa diselesaikan bila sudah saling tersinkronisasi.
"Makanya saya adakan rapat ini supaya sinkron. Kemudian agar kita mampu deteksi dan bisa lakukan identifikasi masalah-masalah yang ada di lapangan," tutur Bahlil.
Perlu diketahui, rapat koordinasi yang digelar hari ini dihadiri sejumlah perwakilan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) dari berbagai provinsi. Di hadapan Bahlil, mereka menceritakan kendala investasi di daerah masing-masing.
"Pertama kendala mereka terkait izin dari kementerian teknis yang ribet. Contohnya mereka sampaikan, dari kementerian kehutanan (KLHK) dan ESDM, karena misal hari ini keluar Permen (Perintah Menteri) satu, besok akan keluar SK Menteri lagi," ujar Bahlil.
Maka, lanjutnya, BKPM pusat berencana koordinasikan semua masalah tersebut dengan kementerian teknis, supaya dilakukan perbaikan ke depannya. "Jangan persulit atau hambat pengusaha," tegas dia.
Sebagai informasi, BKPM mencatatkan realisasi investasi langsung pada kuartal III 2019 mencapai Rp 205,7 triliun. Angka itu naik 18,4 persen dibanding periode sama tahun lalu yang sebesar Rp 173,8 triliun.
Realisasi Penanaman modal dalam negeri (PMDN) pun naik sebesar 18,9 persen menjadi Rp 100,7 triliun. Sedangkan penanaman modal asing (PMA) naik 17,8 persen menjadi Rp 105 triliun.