Jumat 13 Sep 2019 19:28 WIB

Permudah Izin Investasi, Darmin: Wewenang Daerah Dipertegas

Pemerintahan Presiden Jokowi akan fokus membagun iklim investasi

Rep: Novita Intan/ Red: Nidia Zuraya
Pengunjung mencari informasi mengenai sistem pelayanan perizinan berusaha teringrasi secara elaktronik (Online Single Submission/OSS). ilustrasi
Foto: Republika/Prayogi
Pengunjung mencari informasi mengenai sistem pelayanan perizinan berusaha teringrasi secara elaktronik (Online Single Submission/OSS). ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian akan merevisi 72 Undang-Undang (UU) terkait perizinan investasi. Nantinya revisi tersebut akan tertuang dalam Omnibus Law yang dimandatkan Presiden Joko Widodo yang ditargetkan selesai pada bulan ini.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan revisi tersebut lantaran pemerintah ingin memangkas aturan perundang-undangan yang menghambat ekosistem investasi di Indonesia.

Baca Juga

“Ternyata hampir semua undang-undang kita yang menyangkut sektor itu (perizinan investasi), sehingga tidak bisa kita ubah kalau kita tidak bisa omnibus law,” ujarnya kepada wartawan di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (13/9).

Melalui omnibus law, menurut Darmin, pemerintah akan mempertegas ketentuan mengenai otonomi daerah agar arahan presiden terkait perizinan dapat segera dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Sebab, selama ini investasi cenderung terhambat karena pemerintah daerah tidak segera merespon ketentuan yang ada di pusat terkait dengan perizinan.

“Otonomi daerah akan didudukan betul hierarki kewenangannya dengan kewenangan presiden,” ucapnya.

Darmin menggambarkan jika satu undang-undang terdapat satu atau dua pasal menyangkut perizinan yang dinilai memperlambat proses investasi, maka pasal terkait perizinan tersebut akan diamandemen Omnibus Law. Sebagai gambaran lainnya, Darmin menyebut penyederhanaan perizinan melalui Omnibus Law terkait dengan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) menggunakan sistem pusat Online Single Submission (OSS).

Darmin menilai proses pemenuhan komitmen tersebut kerap terhambat lantaran perbedaan standar perizinan pada masing-masing daerah.

“Jadi misalnya IMB, itu keputusannya kapan diberikan itu rapat panjang lebar, banyak bidang dibahas, tidak tau kapan selesai dan apa dasar disetujui, pokoknya rapat sudah banyak,” jelasnya.

Melalui Omnibus Law juga, Darmin menyebut proses penerbitan izin seperti IMB akan diatur menggunakan standardisasi spesifik dan rigid dari kementerian dan lembaga terkait.

“Semua kementerian dan lembaga perlu memperbarui NSPK (Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria ), sehingga dia benar benar bisa dilaksanakan secara operasional oleh pemda,” ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement