Senin 28 Oct 2019 07:19 WIB

Investasi Minim, Apindo: Banyak Daerah tak Terintegrasi OSS

Sistem OSS yang berlaku di pusat tak berjalan beriringan dengan daerah

Rep: Imas Damayanti/ Red: Nidia Zuraya
Pengunjung mencari informasi mengenai sistem pelayanan perizinan berusaha teringrasi secara elaktronik (Online Single Submission/OSS). ilustrasi
Foto: Republika/Prayogi
Pengunjung mencari informasi mengenai sistem pelayanan perizinan berusaha teringrasi secara elaktronik (Online Single Submission/OSS). ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengakui bahwa selama ini keterlibatan daerah belum terintegrasi dengan sistem perizinan berusaha terintegrasi secara online atau Online Single Submission (OSS). Wakil Ketua Umum Apindo Shinta Widjaja Kamdani membeberkan bawah masing-masing daerah masih memiliki sistemnya tersendiri.

Hal itu, menurut Shinta, menyebabkan sistem OSS yang berlaku di pusat tak berjalan beriringan dengan daerah. “Daerah belum terintegrasi dengan OSS. Jadinya sulit kan,” kata Shinta kepada Republika, akhir pekan kemarin.

Baca Juga

Sehingga menurutnya langkah paling ideal saat ini adalah dengan menjalankan sistem OSS dari pusat dengan kebijakan penyederhanaan Undang-Undang UU atau omnibus law. Omnibus law sendiri merupakan rancangan UU yang berisi kompilasi berbagai UU sekaligus yang mengatur lebih dari satu subjek hukum.

Saat ini pemerintah pusat memang tengah menggodok rancangan UU berskema omnibus law terhadap 74 UU yang dinilai menghambat investasi. Salah satu poin yang akan direvisi adalah pergeseran kewenangan penerbitan Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) oleh presiden langsung yang sebelumnya diterbitkan oleh kementerian maupun lembaga non-pemerintah.

Shinta menilai, dengan fakta belum moncernya sistem OSS di daerah, omnibus law menjadi satu-satunya kunci pendongkrak capaian investasi yang lebih baik lagi. Menurut dia saat ini peran Pemda masih berkutat secara masing-masing sehingga belum ada satu sistem yang membuat kebijakan tersebut terintegrasi.

“Kami tidak tahu kendala masing-masing di daerah itu seperti apa, tapi menurut kami ini sulit faktanya. Karena (kebijakan daerah) kan nggak membantu kalau semua belum terintegrasi,” ungkapnya.

Berdasarkan catatan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), hingga awal kuartal III 2019 realisasi investasi di daerah antara lain di Pulau Jawa sebesar Rp 218,1 triliun sedangkan di luar Pulau Jawa membukukan sebesar Rp 177,5 triliun.

Berdasarkan lokasi proyek, realisasi investasi di lima besar terjadi di Jawa Barat dengan realisasi sebesar Rp 68,7 triliun, DKI Jakarta sebesar Rp 54,5 triliun, Jawa Tengah sebesar Rp 36,2 triliun, Jawa Timur sebesar Rp 32 triliun, dan Banten sebesar Rp 24,6 triliun.

Meski realisasi investasi masih didominasi di Pulau Jawa, realisasi investasi di luar Pulau Jawa dilaporkan meningkat sebesar 14,2 persen jika dibandingkan tahun lalu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement