REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Mandiri (Persero) Tbk menilai pertumbuhan perbankan nasional masih akan menghadapi berbagai tantangan. Hal ini dikarenakan akibat pelemahan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat, China dan negara-negara Uni Eropa dan ditambah risiko perang dagang Amerika Serikat dengan Tiongkok.
Direktur Keuangan Bank Mandiri Panji Irawan mengatakan tantangan tersebut membuat perbankan secara selektif menyalurkan permintaan kredit.
“Pada saat yang bersamaan bank nasional akan lebih selektif dalam penyaluran kredit yakni mempertimbangkan prospek bisnis yang semakin ketat,” ujarnya saat acara Media Gathering Macro Economic Outlook 2019 di Plaza Mandiri, Jakarta, Senin (9/9).
Namun demikian, menurutnya di tengah peningkatan resiko dan ketidakpastian ekonomi tersebut, perseroan melihat masih cukup banyak peluang-peluang bisnis bagi perbankan nasional baik peluang bisnis kredit dan bisnis transaksi. Adapun beberapa sektor yang prospektif yakni jasa kesehatan, farmasi, pendidikan, ekonomi kreatif dan pariwisata.
“Kami juga optimis pertumbuhan sektor infrastruktur kedepan masih akan baik. Selain itu, masih ada beberapa sektor lainnya yang memiliki prospek yang baik, yaitu sektor perdagangan FMCG (fast moving consumer goods) dan sektor telekomunikasi sejalan dengan membaiknya daya beli masyarakat dan terus peningkatan penetrasi pengguna internet,” jelasnya.
Ke depan, pihaknya optimis stabilitas ekonomi nasional masih terjaga dan masih bisa tumbuh lebih baik dari negara-negara berkembang lainnya pada tahun ini. Sekaligus kondisi perbankan nasional juga masih cukup kuat menghadapi resiko-resiko yang timbul akibat tekanan ekonomi global, perang dagang dan pelemahan harga komoditas.
Sementara Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro menambahkan rasio kecukupan modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR) perbankan nasional tercatat masih cukup tinggi sebesar 22,6 persen pada Juni 2019. Sementara kualitas asset perbankan nasional juga terus membaik, dengan rasio Non Performing Loan (NPL) sebesar 2,5 persen atau menurun dibandingkan Juni 2018 sebesar 2,67 persen.
“Perbankan nasional dalam menghadapi situasi ekonomi domestik dan global sekarang ini, akan selalu tetap memprioritaskan prinsip kehati-hatian dalam mengelola risiko bisnis dan portfolio kredit,” ucapnya.
Tak hanya itu, Andry optimis peran Bank Indonesia dalam mengelola kebijakan moneter dan peran pemerintah dalam mengelola kebijakan, akan menghasilkan bauran kebijakan yang efektif dalam mendorong perekonomian nasional.
“Dengan terjaganya stabilitas perekonomian nasional, kami berharap kebijakan moneter kedepan akan lebih longgar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Pelonggaran kebijakan moneter ini sangat penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, di tengah kecenderungan perlambatan pertumbuhan ekonomi global dan peningkatan ketidakpastian yang bisa menekan pertumbuhan ekonomi nasional,” jelasnya.