Ahad 20 Apr 2025 17:13 WIB

Konsorsium Korsel Cabut dari Proyek Baterai EV, Iklim Investasi di Indonesia Buruk?

Prospek industri EV di Indonesia dinilai masih sangat besar.

Rep: Eva Rianti/ Red: Ahmad Fikri Noor
Logo LG.
Foto: Flickr
Logo LG.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ekonom dari Universitas Paramadina Wijayanto Samirin mengkritisi kabar bahwa konsorsium Korea Selatan (Korsel) yang dipimpin oleh LG mencabut proyek senilai 11 triliun won atau sekira Rp 130,7 triliun untuk membangun rantai pasokan baterai kendaraan listrik (EV) di Indonesia. Keputusan menarik proyek yang dilakukan konsorsium Korsel tersebut disinyalir karena faktor buruknya iklim investasi di Indonesia.

“Investasi berkualitas di Indonesia sebesar Rp 130 triliun dibatalkan oleh Korea. Salah satunya gara-gara iklim investasi di Indonesia yang buruk,” kata Wijayanto dalam keterangannya, dikonfirmasi Republika, Ahad (20/4/2025).

Baca Juga

Iklim berinvestasi di Indonesia dinilai mesti dievaluasi secara serius oleh pemerintah. Menurutnya, situasi investasi yang tidak kondusif terbukti menimbulkan pembatalan bagi pihak yang sebelumnya telah berinvestasi.

“Jika kita tak buru-buru memperbaiki, investasi akan malas masuk Indonesia. Yang belum masuk malas masuk, yang sudah di dalam malas berekspansi atau bahkan mencoba realokasi, yang sudah berkomitmen malas merealisasikan bahkan membatalkan,” jelasnya.

Padahal, Wijayanto mengungkapkan bahwa prospek industri EV di Indonesia masih sangat besar untuk menjadi hub kawasan bagi industri EV. Sehingga, ia menekankan agar adanya reaksi dan refleksi yang tepat dari Pemerintah dalam menanggapi persoalan tersebut.

Sebelumnya diketahui, Konsorsium Korea Selatan (Korsel) yang dipimpin oleh LG telah memutuskan untuk menarik proyek senilai sekitar 11 triliun won (Rp 130,7 triliun) untuk membangun rantai pasokan baterai kendaraan listrik (EV) di Indonesia, menurut sumber Yonhap pada Jumat (18/4/2025).

Konsorsium tersebut, yang meliputi LG Energy Solution, LG Chem, LX International Corp, dan mitra lainnya, telah bekerja sama dengan pemerintah Indonesia dan sejumlah perusahaan milik negara untuk membangun "rantai nilai menyeluruh" untuk baterai EV. Inisiatif tersebut berupaya untuk mencakup seluruh proses mulai dari pengadaan bahan baku hingga produksi prekursor, bahan katode, dan pembuatan sel baterai.

Indonesia adalah produsen nikel terbesar di dunia, bahan utama dalam baterai EV. Sumber tersebut mengatakan konsorsium itu telah memutuskan untuk menarik proyek tersebut, setelah berkonsultasi dengan pemerintah Indonesia, karena adanya pergeseran dalam lanskap industri, khususnya yang disebut ‘jurang’ EV, yang merujuk pada perlambatan sementara atau puncak permintaan EV global.

“Mempertimbangkan kondisi pasar dan lingkungan investasi, kami telah memutuskan untuk keluar dari proyek tersebut,” kata seorang pejabat dari LG Energy Solution.

“Namun, kami akan melanjutkan bisnis kami yang ada di Indonesia, seperti pabrik baterai Hyundai LG Indonesia Green Power (HLI Green Power), usaha patungan kami dengan Hyundai Motor Group,” lanjutnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement