REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menargetkan pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur rampung pada 2024 nanti. Kendati demikian, target tersebut dinilai tak realistis dan cenderung berlandasan politis.
Ekonom dari Institute dor Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho mengatakan, kemungkinan pembangunan ibu kota baru secara infrastruktur fisik secara menyeluruh dalam kurun 2020-2024 sulit terealisasi. Yang paling mungkin, pemerintah hanya akan mengesahkan ibu kota dengan menyisakan sejumlah pekerjaan rumah besar terhadap pembangunan kota baru itu.
“Target pembangunan yang hanya empat tahun itu tidak realistis, memang ini sangat politis. Supaya disahkan oleh pemerintahan Jokowi saja,” ujarnya saat dihubungi Republika, Kamis (29/8) malam.
Seperti diketahui, pemerintah telah menetapkan lokasi ibu kota baru di sebagian wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Rencananya, pembangunan tahap awal di wilayah tersebut bakal direalisasikan di lahan seluas 3.000 hektare dari total luas 180 ribu lahan yang tersedia.
Andry menjabarkan, yang paling utama dilakukan pemerintah adalah membangun pemerintahan di ibu kota baru di empat tahun dari sekarang. Setelah itu, pembangunan krusial perlu dilanjutkan untuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan elemen lembaga krusial lainnya.
Yang tak kalah penting, lanjut dia, pemerintah juga perlu berkaca dari kasus pemindahan ibu kota di Malaysia. Menurut dia, Putrajaya sebagai ibu kota Malaysia yang baru justru kalah pamor dengan Kuala Lumpur sehingga pembangunan jiwa ibu kota baru juga perlu diperhatikan pemerintah.
"Ruhnya kota itu harus tumbuh, ini juga supaya memastikan bahwa investasi yang digelontorkan tidak sia-sia,” pungkasnya.