Kamis 15 Aug 2019 05:40 WIB

Enam Bulan Merger, BTPN Salurkan Kredit Rp 143,4 Triliun

BTPN melakukan merger dengan Bank Sumitomo Mitsui Indonesia

Rep: Novita Intan/ Red: Nidia Zuraya
PT Bank BTPN Tbk menyelenggarakan Media Briefing Paparan Kinerja Semester I 2019 di Menara Bank BTPN, Jakarta, Rabu (14/8)
Foto: Republika/Novita Intan
PT Bank BTPN Tbk menyelenggarakan Media Briefing Paparan Kinerja Semester I 2019 di Menara Bank BTPN, Jakarta, Rabu (14/8)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejak Februari 2019, PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk (BTPN) resmi bergabung dengan PT Bank Sumitomo Mitsui Indonesia (SMBCI). Keduanya merupakan anak usaha dari Sumitomo Mitsui Banking Corporation (SMBC).

SMBC merupakan pemegang saham pengendali di BTPN dan SMBCI dengan porsi kepemilikan saat ini masing-masing bank sebesar 40 persen dan 98,48 persen.

Aksi korporasi tersebut telah berlangsung selama enam bulan. Menurut Direktur Utama Bank BTPN Ongki Wanadjati saat ini perusahaan tetap menjaga kelancaran integrasi pasca melakukan penggabungan dengan Bank Sumitomo.

“Tentunya kita juga memastikan bisnis sebelumnya dimiliki masing-masing bank tetap tumbuh dengan baik,” ujarnya saat acara Media Briefing Paparan Kinerja Semester I 2019 di Menara Bank BTPN, Jakarta, Rabu (14/8).

Ongki menjelaskan penggabungan ini merupakan perpaduan yang ideal dan saling melengkapi. Sebab, BTPN menyasar segmen pensium dan UMKM sementara SMBCI menyasar segmen korporasi.

“Sektor korporasi salah satu kemampuan yang dimilik Sumitomo, mereka memiliki project yang pengalaman dan keahlian misal bidang energi, industri dan lain sebagainya,” ucapnya.

Pasca merger, total penyaluran kredit sebesar Rp 143,4 triliun pada akhir Juni 2019 atau tumbuh 112 persen (year on year/yoy) dibandingkan posisi yang sama tahun lalu senilai Rp 67,7 triliun.

"Dengan kondisi ekonomi yang menantang dan situasi perusahaan yang masih dalam fase konsolidasi,” ucapnya.

Ongki menjelaskan pertumbuhan kredit semester satu 2019 mayoritas ditopang pembiayaan korporasi, usaha kecil dan menengah (small medium enterprises/SME), pembiayaan konsumer dan pembiayaan prasejahtera produktif melalui anak usaha, BTPN Syariah.

“Pertumbuhannya kalau korporat tumbuhnya 20 persen jadi in mount atau tumbuh Rp 75 triliun. Kalau UMKM kita tumbuh double digit 12 persen atau Rp 13,9 triliun. Terus kita juga punya pembiayaan konsumer tumbuhnya juga cukup besar terutama karena awalnya mulai drai angka yang lebih kecil 48 persen menjadi Rp 6 triliun,” jelasnya.

Selain fokus melayani existing business, perusahaan juga terus mengembangkan segmen korporasi. Diantaranya pembiayaan sindikasi, project financing bidang infrastruktur dan energi, trade finance, serta berkolaborasi dengan multifinance untuk pembiayaan otomotif.

“Hal ini merupakan bentuk komitmen kami dalam menggerakkan sektor riil dan berpartisipasi mendorong pertumbuhan ekonomi nasional,” ucapnya.

Ke depan, Ongki menyakini pembiayaan ke segmen korporasi dan industri pendukungnya masih memiliki ruang pertumbuhan cukup menjanjikan. Optimisme ini selaras dengan sejumlah agenda pemerintah dalam menggalakkan infrastruktur, mewujudkan pemerataan kesejahteraan dengan menciptakan pusat pertumbuhan ekonomi baru, serta komitmen meningkatkan kapasitas industri lokal.

“Asia saat ini merupakan salah satu pusat pertumbuhan ekonomi global dan Indonesia memiliki posisi strategis di dalamnya. Ini adalah kesempatan, termasuk bagi perbankan. Sebagai bagian dari jaringan global SMBC dan dukungan penuh pemegang saham, kami memiliki kapasitas untuk ikut mengoptimalkan peluang tersebut,” ungkapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement