REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menegaskan, warga negaranya tidak akan membayar pajak impor yang telah dikenakan atas barang-barang Cina. Pernyataan ini merespons para ekonom yang menyebut, masyarakat Amerika membayar tagihan atas pajak tersebut.
“Segalanya berjalan baik dengan Cina. Mereka (Cina) membayar kita puluhan miliar dolar, dimungkinkan oleh devaluasi moneter mereka dan memompa dalam jumlah besar uang tunai untuk menjaga sistem mereka berjalan. Sejauh ini, konsumen kami (AS) tidak membayar apa-apa, dan tidak ada inflasi. Tidak ada bantuan dari the Fed!” kata Trump via akun Twitter resminya, Sabtu (3/8).
Meski tak menyodorkan bukti, Trump menyebut banyak negara meminta AS untuk melakukan negosiasi transaksi perdagangan yang nyata. "Mereka tidak ingin menjadi sasaran (penerapan) tarif oleh AS," ujar dia.
Things are going along very well with China. They are paying us Tens of Billions of Dollars, made possible by their monetary devaluations and pumping in massive amounts of cash to keep their system going. So far our consumer is paying nothing - and no inflation. No help from Fed!
— Donald J. Trump (@realDonaldTrump) August 3, 2019
Seperti diketahui, Trump secara tiba-tiba memutuskan untuk mengenakan tarif 10 persen senilai 300 miliar dolar AS dalam impor barang-barang asal Cina, Kamis (1/8). Kabar ini mengejutkan pasar keuangan sekaligus menjadi penanda usainya "gencatan senjata" perang dagang selama sebulan terakhir. Cina berjanji pada Jumat keesokan harinya untuk melawan.
Tarif dimaksudkan untuk membuat barang asing lebih mahal. Selain itu, kebijakan ini dinilai dapat mendorong produsen dalam negeri, kecuali jika eksportir internasional menurunkan harga. Namun, hingga kini belum ada bukti bahwa Cina memangkas harga untuk mengakomodasi kebijakan tarif Trump.
Suatu penelitian yang diterbitkan Biro Riset Ekonomi Nasional pada Maret menemukan, semua biaya tarif impor yang dikenakan pada 2018 dibebankan pada konsumen dalam negeri AS.